Teori belajar
TEORI
BELAJAR
a. Teori
disiplin Mental
Teori
disiplin mental (plato,aristoteles) menganggap bahwa dalam belajar mental siswa
didisiplinkan atau dilatih. Dalam mengajar siswa membaca misalnya, guru
pengikut teori ini melatih, “otot-otot” mental siswa. Belajar adalah
mengembangkan diri dari kekuatan, kemampuan, dan potensi-potensi individu,
proses pengembangan kekuatan-kekuatan tersebut tiap aliran atau teori
mengengmukakan pandangan yang berbeda. Menurut psikologi daya atau “facultry psychology” individu memiliki
sejumlah daya-daya yaitu daya mengindra, mengenal, mengingat, menanggap,
menghayal, berpikir, merasakan, berbuat, dan sebagainya. Kalau anak dilatih
banyak mengulang-ulang menghafal sesesuatu, maka ia akan terus ingat akan hal
itu (Syaodih Sukmadinata, 2003 :167) hal ini sesuai dengan pepatah melayu “lancar kaji karena diulang”.
Sesungguhnya anak mempunyai kekuatan
sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan, dan mengembangkan dirinya sendiri.
Artinya pendidik tidak perlu melakukan intervensi yang berlebihan atau terlalu
banyak turut campur mengatur anak, biarkan dia belajar sendiri, yang penting
bagi guru adalah perlu diciptakan situasi belajar yang permissif (rileks),
menatik dan bersifat ilmiah.
Para guru mengikuti teori ini,
mula-mula akan menunggu hinnga siswa-siswa menyatakan keinginannya untuk
belajar membaca misalnya, sebelum mereka mencoba mengajar siswa-siswa ini
membaca.
b. Teori
behaviorisme
Menurut teori ini
tingkah laku manusia tidak lain dari suatu hubungan antara perangsang-jawaban
atau stimulasi-respon sebanyak-banyaknya.
Tokoh yang sangat
terkenal mengembangkan teori ini adalah Thorndike (1874-1949), dengan
eksperimennya belajar pada binatang yang juga berlaku bagi manusia yang disebut
Thirndike dengan “trial and error”. Thordike menghasilkan teori belajar
“connectionism” karena belajar merupakan proses pembentukan koneksi-koneksi
antara stimulus dan respons. Thordike mengemukakan tiga prinsip atau hokum
dalam belajar yaitu: (1) law of readiness, belajar akan berhasil apabila
individu memiliki kesiapan untuk melakukan perbuatan tersebut; (2) law of
exercise yaitu belajar akan berhasil apabila banyak latihan dan ulangan; dan
(3) law of perfect yaitu belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan
mendapatkan hasil yang baik. Teori pengkodisian , merupakan perkembangan lebih
lanjut dari koneksionisme. Perilaku individu dapat dikondisikan. Artinya
belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan suatu perilaku
atau respons terhadap sesuatu. Teori penguatan atau “reinforcement” merupakan
pada pengkondisian yang diberi kondisi adalah perangsangannya, maka pada teori
penguatan yang dikondisi atau diperkuat adalah responsnya. Prinsip-prinsip belajar menurut teori
behaviorisme yang dikemukakan oleh Harley dan Davis (1997) yang banyak dipakai
adalah: (1) proses belajar dapat terjadi dengan baik apabila siswa ikut
terlibat secara aktif didalamnya; (2) materi pelajaran diberikan dalam bentuk
unit-unit kecil dan diatur sedimikian rupa sehingga hanya perlu memberikan
suatu respons tertentu saja; (3) tiap-tiap resspons perlu diberi umpan balik
secara langsung sehingga siswa dapat dengan segera mengetahui apakah respons
yang diberikan betul atau tidak; dan (4) perlu diberikan penguatan setiap kali
siswa memberikan respons apakah bersifat positif atau negativ.
c. Teori
Kognitif Gestalt
Psikologi gesalt
memandang kejiwaan manusia terikat kepada pengamatan yang berwujud kepada
bentuk menyeluruh. Kalau rumpun psikologi behaviorisme bersifat molekular atau
menekankan unsure-unsur, maka rumpunkognitif gestalt bersifat moral yaitu menekankan keseluruhan
yang terpadu, alam kehidupan manusia dan perilaku manusia selalu merupakan
suatu keseluruhan, suatu keterpaduan. Kaum
“Gestaltis” berpendapat, bahwa pengalaman itu berstuktur yang terbentuk
dalam suatu keseluruhan. Gestalt dalam bahasa jerman berarti “whole configuration” atau bentuk yang
utuh, pola, kesatuan, dan keseluruhan artinya Gestalt adalah keseluruhan lebih
berarti dari bagian-bagian. Dalam belajar siswa harus mampu menangkap makna
dari hubungan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya. Menurut psikologi
Gestalt tingkat kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi
belajar, adalah lebih meningkatkan belajar seseorang daripada hukuman dan
ganjaran. Suatu konsep yang penting dalam psikologi Gestalt adalah tentang “insight” yaitu pengamatan dan pemahaman
mendadak terhadap hubungan-hubungan antar bagian-bagian dalam suatu situasi
permasalahan. “Insight” itu sering
dihubungkan dengan pernyataan spontan seperti “aha” atau “oh, see-now”. Menurut
teori Gestalt ini pengamatan manusia pada awalnya bersifat global terhadap
objek yang dilihat, karena, itu belajar harus dimulai dari keseluruhan, baru
kemudian berproses kepada bagian-bagian.
Suatu hukum yang
terkenal dari teori Gestalt yaitu hokum pragnanz, yang kurang lebih berarti
teratur, seimbang, simetri, dan harmoni. Belajar adalah mencari dan mendapatkan
pragnanz, menemukan keteraturan, kesederhanaan, kestabilan, simetri,
keharmonisan dan sebagainya dari sesuatu, yang sebaliknya dari itu keadaan yang
problematic menurut suryabrata (2001:277) adalah keadaan yang tidak pragnaz.
Untuk menemukan Pragnanz diperlukan adanya pemahaman ini yaitu: (1) pemaham
dipengaruhi oleh kemampuan dasar, individu yang satu dengan yang lain mempunyai
kemampuan dasar yang berbeda; (2) pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar
yang lalu yang relevan, namun pengalaman masa lalu tersebut belum menjamin
dapat menyelesaikan problem, sebab pemecahan-pemecahan problem berarti
penerapan operation-operation yang telah dipelajari terlebih dahulu; (3)
pemahamn tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin
terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga segala
aspek yang perlu dapat diamati; (4) pemahaman didahului oleh usaha coba-coba,
sebab insight bukanlah hal yang dapat jatuh dari langit dengan sendirinya,
melainkan adalah hal yang harus dicari; (5) belajar dengan pemahaman dapat
diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan dengan insight lain kali
diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia akan dengan langsung
dapat memecahkan problrm itu lagi; dan (6) suatu pemahaman dapat diaplikasikan
atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain (Suryabrata, 2001:279 dan Syaodih
Sukmadinata, 2003:171).
d. Makna
dan Ciri Belajar
Inti dari belajar
yang dikemukakan oleh para ahli tersebut dilihat dari psikologi adalah adanya
perubahan kematangan bagi anak didik sebagai akibat belajar sedangkan dilihat
dari proses adalah adanya interaksi antara peserta didik dengam pendidik
sebagai proses pembelajaran. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Hilgard dan
Bower (1981) yang mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai perubahan
tingkah laku yang relatif permanen dan yang merupakan hasil proses pembelajaran
bukan disebabkan oleh adanya proses kedewasaan. Berkaitan dengan konsep
perubahan dalam konteks belajar itu dapat bersifat fungsional atau stuktural,
material, dan behavioral, serta keseluruhan pribadi, secara singkat dijelaskan
bahwa: (1) belajar merupakan perubahan fungsional (pendapat ini dikemukakan
oleh penganut paham teori daya atau “faculty
psychology” termasuk dalam pahan “nativisme”
) yaitu jiwa manusia itu terdiri atas sejumlah fungsi-fungsi yang memiliki daya
atau kemampuan tertentu misalnya daya mengingat, daya berfikir, dan sebagainya;
(2) belajar merupakan pelayanan materi pengetahuan, material dan atau perkayaan
pola-pola sambutan (respons) perilaku baru (behavior), pandangan ini
dikemukakan penganut paham ilmu jiwa asosiasi atau paham empirismenya John
Locke; dan (3) belajar merupakan perubahan perilaku dan pribadi secara
keseluruhan, pendapat ini dikemukakan oleh penganut ilmu jiwa Gestalt bersumber
paham “organimismic psychology”.
e. Prinsip-prinsip
Belajar
Prinsip-prinsip
belajar sebagaimana berikit ini
a) Law
of effect yaitu bila hubungan antara stimulasi dengan respons terjadi dan
diikuti dengan memuaskan, maka hubungan itu diperkuat.
b) Spread
of effect yaitu reaksi emosional yang mengiringi kepuasan itu tidak terbatas
kepada sumber utama pemberi kepuasan, tetapi kepuasan mendapat pengetahuan
baru.
c) Law
of exercice yaitu hubungan antara perangsang dan reaksi diperkuat dengan
latihan dan penguasaan, sebaliknya hubungan itu melemahkan jika dipergunakan.
d) Law
of readiness yaitu bila satuan-satuan dalam system syaraf telah siap
berkonduksi, dan hubungan itu berlangsung, maka terjaminnya hubungan itu akan
memuaskan.
e) Law
of primacy yaitu hasil belajar yang diperoleh melalui kesan pertama, akan sulit
digoyahkan.
f) Law
of intensity yaitu belajar member makna yang dalam apabila diupayakan melalui
kegiatan yang dinamis
g) Law
of rencency yaitu bahan yang baru dipelajari, akan lebih mudah diingat
h) Fenomena
kejenuhan adalah suatu penyebab yang menjadi perhatian signifikan dalam
pembelajaran.
i)
Belongingness yaitu keterkaitan bahan yang
dipelajari pada situasi belajar, akan mempermudah berubahnya tingkah laku.
Sumbangan
pandangan E. L. Thorndike terhadap belajar diantaranya: (1) kematangan,
kesiapan belajar dan motivasi berperanan penting dalam keberhasilan belajar;
(2) perubahan tingkah laku data hasil belajar dapat diperkuat melalui
penggunaan hukuman; dan (3) dalam beberapa aspek belajar bidang kognitif, dan
bidang psikomoto terutama adalah belajar keterampilan, peranan trial and error
cukup besar pengaruhnya.
f. Syarat
Agar Peserta Didik Berhasil Belajar
Agar peserta didik
dapat berhasil belajar diperlukan persyaratan tertentu antara lain seperti
dikemukakan berikut ini :
(1) kemampuan berfikir
yang tinggi bagi para siswa, hal ini ditandai dengan berfikir kritis, logis,
sistematis, dan objektif (Scholastic Aptitude Test);
(2)
menimbulkan minat yang tinngi terhadap mata pelajaran (Interest Inventory);
(3)
bakat dan minat yang khusus para siswa dapat dikembangkan sesuai
potensinya(Differential Aptitude Test);
(4)
menguasai bahan-bahan dasar yang diperlukan untuk meneruskan pelajaran
disekolah yang menjadi lanjutannya (Achicvement Test);
(5)
menguasai salah satu bahasa asing, terutama Bahasa Inggris (English
Comprehension Test) bagi siswa yang telah memenuhi syarat untuk itu;
(6) stabilitas
psikis (tidak mangalami masalah penyesuaian diri dan seksual);
(7)
kesehatan jasmani;
(8) lingkungan
yang tenang;
(9) kehidupan
ekonomi yang memadai;
(10) menguasai
teknik belajar disekolah dan di luar sekolah.
g. Cara
Belajar yang Baik
Cara
belajar yang baik secara baik menggambarkan bahwa
a) Belajar
secara efisien (mampu) yang ditampakkan pada komitmen yang tinggi untuk
memenuhi waktu yang telah diatur, mampu mengatur keuangan, rajin melaksanakan
tugas-tugas belajar, sungguh-sungguh menghadiri pelajaran, datang ke sekolah
selalu tepat waktu, cahaya ruang belajar yang cukup dan lingkungan yang tenang,
menyususn catatan pelajaran yang lengkap dan rapi, dan tersedia biki pelajaran
yang baik dan cukup disekolah
(perpustakaan)
b) Mampu
membuat berbagai catatan yaitu selalu mencatat pelajaran dan tertib dalam
membuat catatan
c) Mampu
membaca yaitu mampu memahami isi bacaan dari mata pelajaran, mampu membaca
cepat (bagi siswa tertentu 1 halaman 1 menit), mata pelajaran yang dibaca lama
tersimpan dalam ingatan, tahu mana yang perlu dihafal mana yang tidak, lama dan
banyaknya membaca, dan membaca utuh bukan bagian-bagian
d) Siap
belajar yaitu belajar sebelum/sesudah mengikuti pelajaran, menguasai/memahami
isi bacaan dari materi pelajaran, belajar berangsur atau bertahap agar tidak
jenuh, dan mengulang bacaan untuk menokohkan ingatan
e) Keterampilan
belajar yaitu membaca cepat dan faham apa yang dibaca, mencatat materi
pelajaran secara sistematis, memiliki kemampuan bahasa untuk memahami
pelajaran, mampu menyatakan pikirannya baik tertulis maupun lisan.
f) Memahami
perbedaan belajar pada tingkatan sekolah SD, SLTP dan SMU yaitu apa yang
dipelajari jauh lebih banyak, rangking dikelasnya atau disekolah, berusaha
belajar jauh lebih banyak, rangking di kelasnya atau di sekolahnya, berusaha
belajar secara mandiri, ada keseimbangan belajar tatap muka dikelas dengan
belajar sendiri, dan pengendalian belajar tidak ketat agar tidak jenuh dan
kaku.
g) Dukungan
orang tua yang faham akan perbedaan belajar di masing-masing tingkatan sekolah
dimana anaknya belajar,
h) Status
harga diri lebih/kurang
h. Strategi
Mempelajari Buku Teks (melalui SQ3R)
Salah satu hal
yang penting dalam belajar adalah membaca buku teks yang berisi tulisan materi
pelajaran untuk dibaca baik berua buku paket maupun buku-buku lainnya yang berkaitan
dengan mata pelajaran. Kiat yang secara spesifik dirancang unttuk memahami teks
disebut metode SQ3R (survey, Question,
Read, dan Review) yang dikembangkan oleh Francis P. Robinson dan Ohio
University. Metode membaca buku teks tersebut bersifat praktis dan dapat
diaplikasikan dalam berrbagai pendekatan belajar untuk semua mata pelajaran.
Dimulai dengan melakukan survey yaitu menjelajahi seluruh buku yang tersedia
diperpustakaan dan tempt lain yang berkaitan dengan mata pelajaran dengan
menelusuri daftar isi. Dilanjutkan dengan Question yaitu bertanya dalam
mengarahkan membaca kritis. Kemudian membaca (Read) menurut Poerwadarminta
(1983:71) ialah melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang
tertulis itu dalam menggunakan pendekatan SQ3R membaca yaitu : (1) membaca
bertujuan; (2) menangkap gagasan isi buku pelajaran; (3) membaca dengan mata
dan pikiran yang terang ( tidak hanyakomat-kamit); (4) latihan mempercepat
waktu belajar; (5) membaca menurut urutan pikiran dalam pelajaran; dan (6)
mengumpulkan istilah & pengertian yang berkaitan dengan mata pelajaran yang
dipelajari. Kemudian dilakukan recite, yaitu mengulangi isi buku pelajaran yang
telah dipelajari (berkaitan dengan ide, pengertian, dan analisis) sehingga
mendapatkan ide-ide pokok dari buku tersebut. Sedangkan review: yaitu meninjau
kembali seluruh bahan pelajaran yang telah dipelajari secara menyeluruh.
Komentar
Posting Komentar