makalah pembangunan antar wilayah
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Pada dasarnya pembangunan yang dilaksanakan adalah untuk mewujudkan
kesejahteraan kepada masyarakat secara adil dan merata, namun yang terjadi
selama ini, hal tersebut masih jauh untuk diwujudkan, terutama dari segi
keadilan dan pemerataan. Kenyataan tersebut bukan hanya disebabkan oleh situasi
dan kondisi suatu daerah atau masyarakat, tapi yang jelas adanya kegagalan pada
pendekatan dalam pembangunan.
Pembangunan merupakan usaha yang dilakukan untuk menuju suatu keadaan
yang lebih baik di masa yang akan datang. Pada tataran sebuah negara, maka
pembangunan merupakan upaya yang dilaksanakan untuk membawa rakyat kepada
keadaan yang lebih maju, sejahtera dan mandiri. Mengutip pendapat Siagian dalam
Khairuddin (2000), pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha
pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu
bangsa, negara, dan pemerintah menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa.
Sedangkan Sumodiningrat (2001), pembangunan adalah proses natural untuk
mewujudkan cita-cita bernegara, yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera
secara adil dan merata.
2. RUMUSAN MASALAH
1.penartian antar wilayah?
2. apa saja ukuran ketimpangan antar wilayah?
3.variabel yang mempengaruhi pendapatan dan pembangunan wilayah?
3. RUMUSAN MASALAH
Mengetahui pembangunan antar wilayah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian bembangunan Anntar wilayah
Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2011)
mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu: wilayah homogen (uniform/homogenous region), wilayah nodal (nodal region),dan
wilayah perencanaan (planning
region atau programming region).
Glason, 1974 berdasarkan fase kemajuan perekonomian mengklasifikasikan
region/wilayah menjadi:
fase pertama
yaitu wilayah formal yang berkenaan dengan keseragaman/homogenitas. Wilayah
formal adalah suatu wilayah geografik yang seragam menurut kriteria tertentu,
seperti keadaan fisik geografi, ekonomi, sosial dan politik.
fase kedua yaitu
wilayah fungsional yang berkenaan dengan koherensi dan interdependensi
fungsional, saling hubungan antar bagian-bagian dalam wilayah tersebut. Kadang
juga disebut wilayah nodal atau polarized region dan terdiri dari
satuan-satuan yang heterogen, seperti desa-kota yang secara fungsional saling
berkaitan. fase ketiga yaitu wilayah perencanaan yang memperlihatkan koherensi
atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi.
Pengertian Dasar Wilayah dapat
dibedakan berdasar kategori sebagai berikut :
Berdasar wilayah
administrasi pemerintahan, seperti Kabupaten/Kota, Kecamatan, Desa/Kelurahan
dan Dusun/Lingkungan.
Berdasarkan
kesamaan kondisi, yang paling umum adalah kesamaan kondisi fisik.
Berdasarkan
ruang lingkup pengaruh ekonomi. Perlu ditetapkan terlebih dahulu beberapa pusat
pertumbuhan yang kira-kira sama besarnya, kemudian ditetapkan batas-batas pengaruh
dari setiap pusat pertumbuhan.
Berdasarkan wilayah
perencanaan/program. Dalam hal ini, ditetapkan batas-batas wilayah ataupun
daerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek dimana wilayah tersebut
termasuk dalam suatu perencanaan untuk tujuan khusus.
B.
. Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah
Munculnya studi Williamson ( 1965 ), telah
mendorong pula beberapa ahli untuk melakukan studi tetang ketimpangan
pembangunan antar wilayah di Indonesia. Studi pertama dilakukan oleh Hendra
Esmara ( 1975 ) yang mengungkapkan Williamson Index sebagai ukuran etimpangan
antar wilayah. Umtuk mempertajam analisa, kalkulasi indeks ketimpangan disini
dibedakan antara PDRB termasuk dan di luar minyak dan gas alam. Namun demikian,
karena ketersediaan data tentang pendapatan regional di indonesia pada saat itu
masih sangat terbatas, maka jangka pembahasan pada analisa juga masih terbatas
sehingga generalisasi untuk mendapatkan kesimpulan umum masih sulit dilakukan.
Kemudianstudi ini dilanjutkan oleh Uppal JS. And Budiono Sri Handoko ( 1986 )
menggunakan cara yang sama dan seri data yang lebih panjang. Pada kedua studi
ini ketimpangan yang dimaksud adalah antar propinsi.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari kedua studi ini adalah bahwa
ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan negara maju. Bahkan diantar sesama negara berkembang,
ketimpangan pembangunan antar wilayah di indonesia termasuk yang lebih tinggi
kenyataai ini adalah sejalan dengan hipotesa Neo-klasik diuraikan terdahulu.
Disamping itu terlihat pula bahwa indeks ketimpangan tersebut cenderung
meningkat antar waktu yang menunjukan bahwa ketimpangan pembangunan antar
wilayah di Indonesia masih belum mencapai puncaknya. peningkatan Ketimpangan
ini membawa implikasi negatif dan cenderung mendorong timbulnya kecemburuan
sosial daerah terbelakang terhadap daerah maju yang dapat menimbulkan dampak
politis bila tidak diatasi sesegera mungkin.
Studi yang
lainnya yang juga membahas ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia
Sjafrizal ( 2002 ) untuk periode 1993-2000. Disamping mengukur tingkat
ketimpangan dan tendensinya, studi ini juga mencoba melihat pengaruh ibukota
Jakarta terhadap ketimpangan pembangunan antar wilayah. Untuk keperluan ini,
maka indeks ketimpangan diukur baik menggunakan data termasuk DKI Jakarta dan
di luar DKI Jakarta. Temuan yang menarik dar istudi ini adalah bahwa pengaruh
ibukota Jakarta terhadap ketimpangan antar wilayah di Indonesia ternyata cukup
besar karena struktur ekonomi kota yang sangat berbeda dibandingkan dengan
propinsi. Namun demikian, hasil perhitungan dengan mengeluarkan DKI Jakarta
ternyata indeks ketimpangan tersebut masih juga cukup tinggi yaitu sekitar 0,50
dibanding dengan negara lain dan juga mempunyai tendensi yang terus meningkat
antar waktu sebagaimana ditemukan terdahulu. Dengan demikian terlihat bahwa
perhitungan indeks ketimpangan dengan mengeluarkan DKI Jakarta ternyata lebih
tepat karena perbedaan struktur perrekonomian daerah.
Tabel 5.1 Ketimpangan Pembangunan
Antar Wilayah Di Indonesia 1995-2003
Tahun Termasuk DKI
Jakarta Diluar DKI Jakarta
1993 0,56 0,44
1994 0,59 0,46
1995 0,63 0,48
1996 0,67 0,49
1997 0,69 0,51
1998 0,66 0,52
1999 0,67 0,53
2000 0,66 O,52
2001 0,65 0,51
2002 0,65 0,51
2003 0,64 0,50
Catatan : dihitung dengan menggunakan formula
Williamson Index
Perlu diingat disini bahwa
sebagaimana diungkapkan dalam studi Williamson bahwa indeks ini sensitif terhadap
ukuran wilayah yang digunakan. Ini berarti bahwa bila ukuran wilayah yang
digunakan berbeda, maka hal ini akan berpengaruh pada hasil perhitungan indeks
ketimpangan. Dengan demikian anallisa perlu dilakukan secara hati-hati bila
pembahassan menyangkut dengan perbandingan indeks ketimpangan antar negara
dimana ukuran wilayahnya akan berbeda satu sama lainnya.
Gambar
lain dari ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia diberikan kepada
studi Akita dan Alisyahbana ( 2002 ) dengan menggunakan Theil Index sebagai
alat ukur ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hal yang menarik pada studi
ini adalah, disamping menggunakan ukuran yang berbeda, secara sekaligus
dilakukan perhitungan ketimpangan dalam masing-masing wilayah dengan
menggunakan metode dekomposisi. Dengan demikian akan dapat diketahui secara
sekaligus ketimpangan pembangunan antar propinsi dan antar kabupaten di
Indonesia sebagaimana diperlihatkan pada tabel 5.2. mengingat ketimpangan
pembangunan pada tingkat propinsi berkaitan langsung dengan ketimpangan pada
tingkat kabupaten dan kota, maka pengukuran ketimpangan dengan
menggunakan Theil Index ini sangat penting artinya dalam pengambilan kebijakan
untuk mengurangi ketimpangna pembangunan antar wilayah tersebut.
Tabel 5.2 Ketimpangan Pembangunan Antar Propinsi dan
Antar Kabupaten di Indonesia 1993-1998
No
Propinsi, Kabupaten dan Kota 1993
1994 1995 1996
1997 1998
I
Sumatra 0,024 0,025
0,025 0,028 0,031 0,032
DI
Aceh 0,019 0,019
0,019 0,019 0,020 0,018
Sumatra
Utara 0,043 0,042
0,038 0,037 0,038 0,034
Sumatra
Barat 0,082 0,084
0,090 0,087 0,088 0,111
Riau
0,225 0,240 0,257
0,274 0,299 0,303
Jambi
0,033 0,033 0,036
0,037 0,037 0,036
Sumatra
Selatan 0,032 0,033
0,034 0,034 0,036 0,031
Bengkulu
0,016 0,016 0,015
0,014 0,019 0,016
Lampung
0,066 0,065 0,074
0,060 0,065 0,048
II
Jawa-Bali 0,172 0,171
0,170 0,169 0,167 0,146
DKI
Jakarta 0,074 0,079
0,084 0,089 0,090 0,118
Jawa
Barat 0,083 0,088
0,098 0,101 0,115 0,101
Jawa
Tengah 0,161 0,172
0,178 0,186 0,187 0,166
DIY
0,059 0,059 0,062
0,064 0,069 0,068
Jawa
Timur 0,311 0,326
0,343 0,358 0,377 0,365
Bali
0,097 0,097 0,097
0,097 0,097 0,090
III
Kalimantan 0,066 0,065
0,069 0,070 0,069 0,076
Kalimantan
Barat 0,110 0,109
0,107 0,105 0,105 1,103
Kalimantan
Tengah 0,033 0,033
0,036 0,038 0,039 0,039
Kalimantan
Selatan 0,066 0,064
0,060 0,054 0,058 0,069
Kalimantan
Timur 0,025 0,022
0,021 0,026 0,024 0,027
IV
Sulawesi 0,002 0,003
0,004 0,006 0,006 0,008
Sulawesi
Utara 0,038 0,038
0,037 0,038 0,041 0,046
Sulawesi
Tengah 0,002 0,001
0,001 0,001 0,001 0,002
Sulawesi
Tenggara 0,068 0,071
0,071 0,072 0,077 0,070
Sulawesi
Selatan 0,011 0,010
0,015 0,011 0,013 0,017
V
Pulau Lainnya 0,059 0,055
0,052 0,049 0,059 0,056
NTB
0,022 0,023 0,023
0,023 0,024 0,025
NTT
0,047 0,050 0,058
0,063 0,060 0,056
Timor-Timur
0,079 0,081 0,081
0,077 0,083 0,073
Maluku
0,041 0,046 0,051
0,055 0,063 0,062
Irian
Jaya 0,112 0,111
0,109 0,106 0,141 0,136
VI
Tendensi Umum
Dalam
Propinsi 0,119 0,125
0,131 0,136 0,143 0,141
Antar
Propinsi 0.125 0,125
0,125 0,124 0,124 0,108
Dalam
Kab./Kota 0,018 0,019
0,020 0,021 0,021 0,018
Total
0,262 0,269
0,276 0,281 0,287 0,266
Catatan
: dihitung dengan menggunakan formula Theil Index
5.4 Penyebab
Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah
Selanjutnya, pada bagian in iperlu juga dibahas
beberapa faktor utama yang menyebabkan ayau memicu terjadinya ketimpangan pembangunan
wilayah tersebut. Dengan adanya analisa ini, akan dapat dijelaskan secara
empirik unsur penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan wilayah tersebut.
Disamping itu, analisa ini juga sangat penting artinya karena hasilnya dapa
tmemberikan informasi penting untuk pengambilan keputusan dalam melakukan
perumusan kebijakan untuk menanggulangi atau mengurangi ketimpaangan
pembangunan wilayah tersebut.
Perbedaan Kandungan Sumberdaya Alam
Penyebab utama yang mendorong timbulnya ketimpangan
pembangunan antar wilayah adalah adanya perbedaan yang sangat besar dalam
kandungan sumberdaya alam pada masing-masing daerah. Sebagaimana diketahui
bahwa perbedaan kandungan sumberdaya alam ini di Indonesia ternyata cukup
besar. Ada daerah yang mempunyai minyak dan gas alam, tetapi daerah lain tidak
mempunyai. Ada daerah mempunyai deposit batubara yang cukup besar, tapi daerah
lain tidak ada. Demikian pulahalnya dengan tingkat kesuburan lahan yang juga
sangat bervariasi sehingga sangat mempengaruhi upaya untuk mendorong
pembangunan pertanian pada masing-massing daerah.
Perbedaan
kandungan sumberdaya alam ini jelas akan mempengaruhi kegiatan produksi pada
daerah bersangkutan, daerah dengan kandungan sumberdaya alam cukup tinggi akan
dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murah
dibandingkan dengan daerah lai n yang mempunyai kandungan sumberdaya alam yang
lebih rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan
menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunya ikandungan
sumberdaya alam yang lebih kecil hanya akan dapat memproduksi barang-baran
gdengan biaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadi lemah.
Kondisi tersebut menyebabkan daerah bersangkutan cenderung mempunyai
pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat. Dengan demikian terlihat bahwa perbedaan
kandungan sumberdaya alam ini dapat mendorong terjadinya ketimpangan
pembangunan antar wilayah yang lebih tinggi pada suatu negara.
B.
Perbedaan Kondisi Demografis
Faktor utama lainnya yang juga dapat mendorong
terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah bilamana terdapat
perbedaan kondisi demografis yang cukup besar antar daerah. Kondisi demografis
yang dimaksudkan disini meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur
kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kodisi
ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkat laku ddan kebiasaan serta etos
kerja yan gdimiliki masyarakat daerah bersangkutan.
Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi
ketimpangan pembangunan antar wilayah karena hal ini akan berpengauh terhadap
produktivitas kerja masyarakat pada daerah yang bersangkutan. Daerah dengan
kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang
lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investai yang
selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi
daerah bersangkutan. Sebaliknya, bila pada suatu daerah tertentu kondisi
demografisnya kurang baik maka hal ini akanmenyebabkan relatif rendahnya produktivitas
kerja masyarakat setempat yang menimbulkan kondisi yang kurang menarik bagi
penanaman modal sehingga pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan akan menjadi
rendah.
C.
Kurang Lancarnya Mobilitas Barang dan Jasa
Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa dapat pula
mendorong terjadinya peningkatan ketimpangan pembangunan antar wilayah.
Mobilitas barang dan jas ini meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan
migrasi baik yang disponsori pemerintah a9 transmigrasi aa0 atau migrasi
spontan. Alasannya adalah karena bila mobilitas tersebut kurang lancar maka
kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijuaal ke daerah lin yang
membutuhkan. Demikian pula halnya dengan migrasi ynag kurang lancar menyebabkan
kelebihan tenaga keja suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lain
yang sangat membutuhkannya. Akibatnya, ketimpangan pembangunan antar wilayah
akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan
oleh daerah lain yang membutuhkan., sehingga daerah terbelakang sulit mendorong
proses pembangunannya. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana, ketimpangan
pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi pda negara sedang berkembang
dimana mobilitas barang dan jasa kurang lancar dan masih terdapat beberapa
daerah yang terisolir.
D.
Konsentrasi Kegiatan Ekonomi wilayah
Terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup
tinggi pada wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan
antar wilayah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah
dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut
selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan
penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendpatan masyarakat. Demikian pula
sebaliknya bilamana, konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif
rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan rendahnya
tingkat pendapatan masyarakat setempat.
Konsentrasi
kegiatan ekonomi tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal .. pertam
karena terdapat sumberdaya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu,
misalnya minyak bumi, gas, batubara, dan bahan mineral lainnya. Disamping itu
terdapatnya lahan yang subur juga turut mempengaruhi, khususnya menyangkut
dengan pertumbuhan kegiatan pertanian. Kedua, meratanya fasilitas transportasi,
baik darat, laut dan udara, juga ikut mempengaruihi konsentrasi kegiatan
ekonomi antar daerah. Ketiga, kondisi demografis ( kependudukan ) juga ikut
mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana
sumberdaya manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik.
E.
Alokasi Dana Pembangunan Antar Wilayah
Tidak dapa tdisangkal bahwa investasi merupakan salah
satu yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Krena itu
daerah yang dapat alokasi investasi yang lebih besar dari pemerintah, atau
dapat menarik lebih banyak investasi swwasta akan cenderung mempunyai tingkat
pertumbuhan ekonomi derah yang lebih cepat. Kondisi ini tentunya akan dapat
pula mendorong proses pembangunan daerah melalui penyediaan lapangan kerja yang
lebih banyak dan tingkat pendapatan perkapita yang lebih tinggi. Demikian pula
seballiknya terjadi bilaman investasi pemerintah dan swasta yang masuk ke suatu
daerah ternyat lebih rendah.
Alokas
iinvestasi pemerintah ke daerah lebih banyak ditentukan oleh sistem
pemerintahab daerah yang dianut. Bila sistem pemerintahan daerah yang
dianut bersifat sentralistik, maka alokasi dana pemerintah akan cenderung lebih
banyak dialokasikan pada pemerintah pusat, sehingga ketimpangan pembangunan
antar wilayah akan cenderung tinggi. Akan tetapi sebaliknya bilaman sistem
pemerintahan yang dianut adala hotonomi atau federal, maka dan pemerintah akan
lebih banyak dialokasikan ke daerah, sehingga ketimpangan pembangunan antar
wilayah akan cenderung lebih rendah.
Tidak
demikian halnya dengan investasi swasta yang lebih banyak ditentukan oleh
kekuatan pasar. Dalam hal ini kekuatan yang berperan banyak dalam menarik
investasi swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh
suatu daerah. Sedangkan keuntungan lokasi tersebut ditentukan oleh ongkos
transport baik untuk bahan baku dan hasil produksi yang arus dikeluarkan
pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat persaingan usaha
dan sewa tanah. Termasuk kedalam keuntungan lokasi ini adalah keuntungan
aglomerasi yang timbul karena terjadi konsentrasi beberapa kegiatan ekonomi
terkait pada suatu daerah tertentu. Karena itu, tidaklah mengherankan bilamana
investasi cenderung lebih banyak terkonsentrasi di daerah perkotaan
dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kondisi ini menyebabkan daerah perkotaan
cenderung tumbuh lebih cept dibandingkan dari daerah pedesaan.
5.6
Penanggulangan Ketimpangan Pembangunan Wilayah
Kebijakan dan upaya untuk menanggulangi
ketimpangan pembangunan wilayah sangat ditentukan oleh faktor yang menentukan
terjadinya ketimpangantersebut sebagaiman telah dijelaskan pada bagian 5.5
tedahulu. Oleh karena itu pembahasan pada bagian 5.6 ini dikaitkan dengan
pembahasan yang ilakukan pada bagian 5.5. kebijakan yang dimaksud disini adalah
merupakan upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah yang dapat dilakukan dalam
rangka penanggulangan ketimpangan pembangunan antar daerah dalam suatu negara
atau wilayah.
a.
Penyebaran pembangunan prasarana pembangunan
Sebagaimana telah dibahas tedahulu bahwa salah
satu penyebab terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah karena
adanya perbedaan kandungan sumberdaya alam yang cukup besar antar daerah.
Sementar itu ketidaklancara nproses perdagangan dan mobilitas faktor
produksi antar daerah juga turut mendorong terjadinya ketimpangan wilayah
tersebut. Karena itu, kebijakan dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
ketimpangan tersebut adalah dengan memperlancar mobilitas barang dan faktor
prroduksi antar daerah.
Upaya
untuk mendorong kelancaran mobilitas baran gdan faktor produksi antare daerah
dapat dilakukan melalui penyebaran pembangunan prasarana dan sarana perhubungan
keseluruh peloksok wilayah. Prasarana perhubungan yang dimaksudkan disini
adalah fasilitas jalan, terminal dan pelabuhan laut guna mendorong proses
perdagangan antardaerah. Sejalan dengan hal tersebut jaringan dan fasilitas
telekomunikasi juga sangat penting untuk dikembangkan agar tidak ada daerah
yang terisolir dan tidak dapat berkomunikasi dengan daerah lain. Disamping itu
pemerintah perlu pula mendorong berkembangnya sarana perhubungan seperti
perusahaan angkutan antar daerah dan fasilitas telekomunikasi. Bila hal ini
dapat dilakukan, maka ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat
dikurangi karena usaha perdagangan dan mobilitas faktor produksi, khususnya
investasi akan lebih dapat diperlancar. Dengan cara demikian, daerah yang
kurang maju akan dapat pula meningkatkankegiatan perdagangan dan investasi di
daerahnya, sehingga kegiatan produksi dan penyediaan lapangan kerja akan dapat
pula ditingkatkan. Semua ini akan mendorong proses pembangunan pada daerah yang
kuran maju.
b.
Mendorong Transmigrasi dan Migrasi Spontan
Untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar
wilayah, kebijakan dan upaya lain yang dapat dilakukan adalah mendorong
pelaksanaan transmigrasi dan mirgasi spontan. Transmigrasi adalah perpindahan
penduduk ke daerah kurang berkembang dengan menggunakan fasilitas dan
dukungan pemerintah. Sedangkan migrasi spontan adalah perpindahan penduduk yang
dilakukan secara sukarela menggunakan biaya sendiri. Melalui proses
transmigrasi dan migrasi spontan ini, kekurangan tenaga kerja yang dialami oleh
daerah terbelakang akan dapat pula diatasi sehingga proses pembangunan daerah
bersangkutan akan dapat pula digerakan.
Indonesia
sudah sejak lama melakukan program transmigrasi ini untuk mencapai dua tujuan
secara sekaligus. Pertama, program transmigrasi in idilakukan untuk dapat
mengurangi kepadatan penduduk yang terdapat di pulau Jawa yang telah memicu
peningkatan pengangguran dan kemiskinan. Kedua, program transmigrasi tersebut
juga dilakukan dalam rangka mendorong proses pembangunan di daerah terbelakang
yang menjadi tujuan transmigrasi sehngga lahan yang luas tetapi belum dapat
dimanfaatkan karena keterbatasan tenaga kerja akan dapat diatasi. Dengan tenaga
transigran tersebut, maka kegiatan ekonomi pada daerah terbelakang tujuan
transmigrasi akan dapat ditingkatkan sehingga ketimpangan pembangunan antar
wilayah dapat dikurangi.
c.
Pengembangan Pusat Pertumbuhan
Kebijakan lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi
ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah melalui pengembangan pusat
pertumbuhan ( Growth Poles ) secar tersebar. Kebijakan ini diperkirakan akan
dapat mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah karena pusat pertumbuhan
tersebut menganuut konsep konsentrasi dan disentralisasi secar sekaligus. Aspek
konsentrasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan tersebut dapat
dilakukan dengan masih terus mempertahankan tingkat usaha tersebut. Sedangkan
aspek disentralisasi diperlukan agar penyebaran kegiatan pembangunan antar
daerah ddapat dilakukan sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan
dapat dikurangi.
Penerapan
konsep pusat pertumbuhan ini untuk mendorong proses pembangunan daerah dan
sekaligus untuk mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilatah dapat
dilakukan melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan pada kota-kota skala
kecil dan menengah. Dengan cara demikian, kota-kota skala kecil dan menengah
akan berkembang sehingga kegiatan pembangunan dapat lebih disebarkan ke pelosok
daerah. Sedangkan upaya untuk mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah
melalui peningkatan pembangunan daerah pedesaan ternyata sering gagal dilakukan
karena hal iini dapat mempertahankan efisiensi karena lokasinya yang sangat
terpencar. Disamping itu, pemilihan lokasi kegiatan ekonomi di daerah pedesaan
juga seringkali tidak memenuhi persyaratan ekonomi dari segi analisa keuntungan
lokasi yang dapat mendukung pengembangan usaha bersangkutan.
d.
Pelaksanaan Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah dan disentralisasi
pembangunan juga dapat digunakan untuk mengurangi tingkat ketimpangan
pembangunan antar wilayah. Hal ini jelas karena dengan dilaksanakannya otonomi
daerah dan disentralisasi pembangunan daerah, termasuk daerah terbelakang akan
dapat lebih digerakan karena ada wewenang yang berada pada pemerintah daerah
dan masyarakat tersebut. Dengan adanya kewenangan tersebut, maka berbagai
inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah akan lebih
dapat digerakan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka proses pembangunan daerah
secara keseluruhan akan dapat lebih ditingkatkan dan secar bersamaan
ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat pula dikurangi. Melalui
kebijakan ini, pemerintah daerah diberikan kewenangan yan glebih besar dalam
mengelola kegiatan pembangunan di daerahnya masingmasing ( disentralisasi
pembangunan ). sejalan dengan hal tersebut, masing-masing daerah juga
diberikan tambahan alokasi dana yang diberikan dalam bentuk “Block Grant”
berupa dan perimbangan yang terdiri dari dana Bagi Hasil Pajak dan Sumberdaya
Alam, Dana Alokasi Umum ( DAU ), dan Dana Alokasi Khusus ( DAK ). Dengan cara
demikian diharapkan pelaksanaan otonomi daerah dan disentralisasi pembangunan
akan dapat berjalan dengan baik sehngga proses pembangunan daerah dapat
ditingkatkan dan ketimpangan pembangunan antar wilayah secara bertahap
akan dapat diikurangi.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Pengertian Dasar
Wilayah dapat
dibedakan berdasar kategori sebagai berikut ;
Berdasar
wilayah administrasi pemerintahan, seperti Kabupaten/Kota, Kecamatan,
Desa/Kelurahan dan Dusun/Lingkungan
Berdasarkan
wilayah perencanaan/program. Dalam hal ini, ditetapkan batas-batas wilayah
ataupun daerah-daerah yang terkena suatu program atau proyek dimana wilayah
tersebut termasuk dalam suatu perencanaan untuk tujuan khusus.
Pengembangan
wilayah sangat dipengaruhi oleh komponen- komponen
tertentu seperti (Friedman and
Allonso, 2008):
v Sumber
daya lokal.
v Pasar.
v Tenaga kerja.
v Investasi
v Kemampuan
pemerintah.
v Transportasi dan Komunikasi.
v Teknologi.
Perencanaan
wilayah adalah penetapan langkah yang digunakan untuk wilayah tertentu sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Langkah tersebut antara lain menetapkan
tujuan, memperkirakan kondisi masa depan, memperkirakan kemungkinan masalah
yang akan terjadi,
lokasi kegiatan (UU No. 26 Tahun 2007).
Komentar
Posting Komentar