Strategi-Strategi Perdagangan Bagi Kepentingan Pembangungan


A. Strategi Promosi Ekspor versus Strategi Substitusi Impor
Demi memudahkan pembahasan terhadap masalah yang sangat kompleks mengenai kebijakan perdagangan yang paling sesuai bagi kebutuhan-kebutuhan pembangungan negara-negara Dunia Ketiga itu, terlebih dahulu kita perlu sekali mempelajari kebijakan-kebijakan khusus dalam konteks strategi negara-negara berkembang yang lebih luas, yakni apakah hal tersebut lebih berorientasi ke luar atau ke dalam negeri.
 Menurut rumusan Paul Streeten, Kebijakan-kebijakan pembangungan yang berorientasi ke luar (outward-looking development policies) adalah suatu rangkaian kebijakan yang tidak hanya mendorong berlangsungnya perdagangan bebas tetapi juga memungkinkan pergerakan secara bebas atas faktor-faktor produksi (modal, tenaga kerja), perusahaan-perusahaan dan para pelajar, perusahaan-perusahaan multinasional, dan suatu sistem komunikasi yang terbuka. Strategi atau Kebijakan-kebijakan pembangunan yang berorientasi ke dalam (inward-loongking development policies) jauh lebih menekankan pada pentingnya usaha-usaha negara-negara berkembang untuk menciptakan suatu pendekatan pembangunan mandiri yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi pembangunannya agar mereka lebih mampu mengendalikan atau menentukan nasibnya sendiri. 
Dunia ketiga tersebut perlu untuk menerapkan kebijakan yang mendorong proses belajar dan bekerja secara bersamaan (learning by doing) di bidang manufaktur dan pengembangan teknologi asli (indigenous) yang sepenuhnya sesuai dengan kekayaan sumber dayanya sendiri. Menurut para pendukung kebijakan perdagangan yang berorientasi ke dalam, rasa percaya diri yang lebih besar akan dapat diraih hanya apabila “ Anda membatasi perdagangan, membatasi perpindahan orang dan arus komunikasi, dan kalau anda mau menjauhi perusahaan-perusahaan multinasional yang datang dengan produk-produk dan rangsangan keinginan yang serba tidak sesuai dengan kebutuhan.
Ada dua perbedaan tentang strategi perdagangan yang terkait dengan pembangunan itu terletak pada kecenderungan para penganjur  yaitu :
a. Strategi substitusi impor (import substitution/IS)
Untuk percaya bahwa dalam menjalankan proses pembangunan, negara-negara dunia ketiga harus memulainya lewat penggantian berbagai macam produk kebutuhan yang sebelumnya mereka impor dengan produk-produk buatan dalam negeri. Langkah ini bisa diawali dengan penggantian produk-produk konsumen yang sederhana (inilah substitusi impor tahap pertama), hingga produk-produk manufaktur yang menggunakan teknologi tinggi (substitusi impor tahap kedua)
b. Strategi promosi ekspor
Kelompok ini mendasarkan pendapatan dan anjurannya pada prinsip-prinsip efisiensi dan keuntungan yang terkandung di dalam persaingan dan perdagangan bebas antarbangsa. Bertolak dari strategi promosi ekspor, negara-negara berkembangan diharapkan membuka wawasannya dan melangkah lebih jauh dari pasar domestik yang sempit itu ke pasar-pasar dunia yang lebih luas, serta melenyapkan setiap bentuk proteksi yang oleh aliran pemikiran ini diyakini hanya akan menimbulkan distorsi harga-harga dan biaya.
Bertolak dari latar belakang konsep dan klasifikasi tersebut, sekarang kita dapat mempelajari lebih jauh mengenai strategi promosi ekspor yang berorientasi ke luar versus strategi substitusi impor yang berorientasi ke dalam. Pembahasan selanjutnya akan kita dasarkan pada keempat kategori pokok yang saling berkaitan sebagai berikut:
· Kebijakan-kebijakan yang berorientasi ke luar barang-barang primer.
· Kebijakan-kebijakan yang berorientasi ke barang-barang sekunder.
· Kebijakan-kebijakan yang berorientasi ke dalam bagi berbagai macam produk primer.
· Kebijakan-kebijakan yang berorientasi ke dalam bagi barang-barang sekunder.
a. Promosi Ekspor Berorientasi ke Luar dan menghadapi Hambatan-hambatan Perdagangan
Promosi ekspor yang dilakukan negara-negara berkembang, baik itu terhadap produk-produk primer maupun sekunder, sejak lama dipandang sebagai salah satu unsur utama dalam setiap strategi pembangunan jangka panjang yang dapat diandalkan. Daerah-daerah jajahan di Asia dan Afrika, yang kaya akan unit-unit usaha pertambangan dan perkebunan (milik pihak asing), merupakan contoh klasik dari wilayah yang menerapkan kebijakan-kebijakan berorientasi ke luar bagi produk-produk primernya.
Pengembangan Ekspor Komiditi Primer : Permintaan Terbatas, Penyusutan pasar 
Karena bahan-bahan pangan, produk pertanian nonpangan, dan bahan mentah meliputi 40 persen seluruh ekspor negara-negara dunia ketiga dan bagi banyak negara-negara miskin bahkan mengandalkannya sebagai sumber utama pemasukan devisa maka faktor-faktor yang telah mempengaruhi tingkat permintaan dan tingkat penawaran atas produk-produk primer dalam perdagangan internasional.
Sisi permintaan terdapat lima faktor yang menghambat:
· Elastisitas adalah terhadap permintaan terhadap tingkat pendapatan (dampak perubahan pendapatan terhadap permintaan) untuk bahan-bahan pangan hasil pertanian dan bahan mentah relatif rendah, apalagi jika dibandingkan dengan elastisitas untuk minyak, bahan-bahan mineral tertentu, dan produk-produk manufaktur.
· Penyebab rendahnya adalah (bahkan mendekati nol) tingkat pertumbuhan penduduk di negara-negara berkembangan dari faktor ini hanya sedikit.
· Penyebab elastisitas adalah elastisitas permintaan sebagian besar komoditi primer terhadap perubahan harga juga relatif amat rendah.
· Perjanjian komoditas internsional (international commodity agreements) tidak berjalan dengan baik. 
· Barang-barang substitusi sintetis (synthentic subtitutes) bagi berbagai macam komoditi primer yang lebih murah dari pada aslinya itu jelas sangat menghambat terciptanya harga komoditi yang lebih tinggi.
Pengembangan Ekspor Produk-Produk Manufaktur: Sedikit Hasil, Setumpuk Hambatan
Sisi penawaran terdapat beberapa faktor yaitu:
· Salah satu di antaranya yang terpenting adalah kekakuan struktural di banyak sistem produksi di perdesaan di negara-negara berkembang.
· Negara-negara berkembang dengan struktural pertanian yang dualistik, pertumbuhan dalam pendapatan ekspor jarang sekali terdistribusikan pada penduduk-penduduk di daerah perdesaan.
· Untunglah lembaga-lembaga semacam ini telah banyak dihapuskan pada tahun-tahun terakhir ini.
Tujuan utama strategi pembangunan pedesaan di negara-negara dunia ketiga haruslah untuk mencukupi kebutuhan pangan, memberi nafkah dan memenuhi segala kebutuhan pokok lainnya secara memadai kepada seluruh warga, dan setelah itu barulah kemudian berusaha untuk mengembangkan ekspornya.
Pengembangan Ekspor Produk-produk Manufaktur: Sedikit Hasil, Setumpuk Hambatan 
Peluasan ekspor barang-barang manufaktur dari negara-negara dunia ketiga sangat dipengaruhi oleh imbas keberhasilan ekspor yang spetakuler dari negara-negara industri baru. Cina adalah pemimpin dari tingginya peningkatan output manufakturdari duina ketiga. Namun, negara-negara berpenghasilan rendah tetap hanya menghasilkan 3,3 dari total output dunia. Bahwa pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang hanya akan dapat dicapai secara maksimal melalui mekanisme pasar bebas, penerepan prinsip kebebasan berusaha, keterbukaan ekonomi, dan pembatasan intervensi pemerintah sampai ke taraf yang minimal.
Masalah-masalah berat sehubugan dengan lemahnya permintaan ekspor yang menghambat kesempatan negara-negara berkembang dalam memperluas kapasitas ekspor produk maufakturnya memilki landasan ekonomis yang berbeda dari masalah-masalah permintaan yang menghambat perluasan ekspor komoditi-komoditi. Meskipun elastisitas permintaan internasional terhadap perubahan harga dan pendapatan bagi barang-barang manufaktur secara agregat lebh tinggi dari pada bagi komoditi primer, tetapi hasilnya untuk kebanyakan negara-negara dunia ketiga juga masih sangat terbatas, sehingga tidak sepantasnya ekspor manufakur diandalkan. 
 Hambatan-hambatan perdagangan yang dipasang oleh kalangan negara industri maju benar-benar ketat dan menyesakkan. Kenyataan lain yang lebih menyedihkan adalah  bahwa tingkat proteksi yang dikenakan terhadap ekspor negara-negara berkembang itu jauh lebih tinggi dari pada yang diberlakukan terhadap ekspor dari sesama negara maju.
Substitusi Impor: Berorientasi ke Dalam tetapi Masih Memandang ke Luar
  Selama dekade 1950-an dan 1960-an, negara-negara berkembang semakin tertekan menghadapi berbagai masalah ekonomi yang sangat pelik seperti terus berkurangnya pasar bagi ekspor komoditi-komoditi primer mereka, serta meningkatnya defisit neraca pembayaran terutama pada pos neraca transaksi berjalan.
Industrialisasi substitusi impor adalah serangkaian usaha untuk mencoba mengalihkan komoditi-komoditi yang semula selalu di impor, biasanya adalah produk-produk manufaktur,  ke sumber-sumber produksi dan penawaran dari dalam negeri. Meskipun biaya-biaya produksi awal mungkin lebih tinggi dari pada harga impor, akan tetapi alasan-alasan ekonomi yang dijadikan landasan bagi pembangungan pabrik-pabrik yang menghasilkan barang substitusi impor itu adalah bahwa pada akhirnya industri tersebut akan membuahkan keuntungan setelah memproduksi pada skala besar sehingga biaya-biaya lebih murah. Inilah yang  biasanya disebut dengan argument industri muda (infant industry).
Argumen Tarif, Industri Muda, dan Teori Proteksi
Salah satu mekanisme pokok dalam strategi substitusi impor adalah menperlakukan tarif (tariffs) protektif (berupa pajak atau bea masuk untuk setiap impor) kuato (quotas) (pembatasan jumlah atau volume produk untuk setiap kurun waktu tertentu) pada industri substitusi impor yang akan dioperasikan. Logika ekonomi dasar atas dilaksanakannya proteksi tersebut adalah argumen industri muda yang telah disinggung sebelumnya.
Strategi Industrialisasi Substitusi Impor dan Hasil-hasilnya
Sebagian besar pengamat sependapat bahwa penerapan strategi industrialisasi substitusi impor di sejumlah besar negara-negara berkembang, terutama di negara-negara Amerika Latin,telah menunjukkan ketidakberhasilannya. 
Ada lima dampak negatif yang tidak diharapkan atau diperkirakan:
§ Perusahaan-perusahaan yang berkecimpung dalam sektor-sektor yang diproteksi itu baik perusahaan milik pemerintah maupun swasta.
§ Pengambil manfaat utama dari proses substitusi impor tersebut ternyata adalah perusahaan-perusahaan asing yang sudah beroperasi di negara-negara berkembang itu sejak lama.
§ Sebagian besar upaya substitusi impor tersebut hanya mungkin dilaksanakan dengan adanya impor barang-barang modal dan barang-barang setengah jadi.
§ Secara tidak terduga  juga ditimbulkan oleh penerapan strategi substitusi impor adalah meningkatnya tekanan terhadap ekspor komoditi primer tradisional.
§  Substitusi impor dalam prateknya justru sering menghambat industrialisasi itu sendiri.
Stuktur Tarif dan Proteksi Efektif 
Karena pogram-pogram substitusi impor didasarkan pada upaya untuk melindungi industri-industri setempat (domestik) dari tekanan-tekanan persaingan produk-produk impor, dan upaya tersebut secara umum dilaksanakan terutama melalui pengenaan tarif dan kuota fisik, maka juga perlu menganalisis peranan dan keterbatasan perangkat-perangkat kebijakan komersial itu sendiri, khususnya yang telah dijalankan pemerintah di negara-negara berkembang.

Tingkat protektif nominal (nominal rate of protection)
Memperlihatkan bobot proteksi (dalam angka-aangka persentase) berdasarkan sampai seberapa jauh proteksi tersebut menimbulkan selisih atau perbedaan antara harga barang-barang impor di pasar domestik dengan harga yang sebenarnya akan terjadi bila proteksi itu ditiadakan. Tingkat tarif nominal (ad valorem), atau t, itu menunjukkan harga akhir (final) dari komoditi-komoditi yang bersangkutan dan dapat didefenisikan secara sederhana sebagai berkut:
Tingkat protektif efektif (effective rate of protection) 
Menunjukkan angka-angka persentase atas nilai tambah (value added) pada setiap tahap proses tertentu dalam industri domestik yang melebihi nilai tambah dalam kondisi tanpa proteksi. Tingkat proteksi efektif (g) tersebut dapat didefenisikan sebagai angka selisih antara nilai tambah (persentase output) dalam harga-harga domestik dan nilai tambah dalam harga-harga dunia, dinyatakan sebagai angka-angka persen. Definisi tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:
Dari sekian banyak implikasi yang muncul dari analisis atas struktur tarif efektif versus tarif nominal dari negara-negara berkembang, ada dua hal yang penting patut dicatat yaitu:
 ü Kebanyakkan pemerintah di negara-negara berkembang, dalam rangka melaksanakn pogram-pogram industrialisasinya pada strategi atau langkah-langkah substitusi impor dengan penekanan utama terhadap produksi barang-barang konsumsi karena pasarnya sudah tersedia.
ü Tingkat proteksi nominal yang ada di negara-negara maju terhadap impor dari negara-negara berkembang kelihatannya relatif rendah, tetapi sesungguhnya tingkat proteksi efektifnya cukup tinggi.
Nilai Tukar Valuta Asing, Pengawasan Devisa, dan Keputusan
Devaluasi
Nilai tukar resmi (official exchange rate) adalah suatu patokan di mana Bank Sentral negara yang bersangkutan bersedia melakukan transaksi mata uang setempat dengan mata uang asing di pasar-pasar valuta asing yang telah ditentukan.
Nilai tukar resmi valuta asing tidak selalu ditetapkan persis sama atau mendekati harga ekuilibrium ekonomi untuk valuta asing, yaitu harga yang ditetapkan oleh kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran terhadap suatu valuta tanpa adanya pengaturan atau intervensi dari pemerintah.
Dalam situasi kelebihan permintaan, secara umum Bank Sentral di negara-negara berkembang memilki tiga pilihan kebijakan dasar dalam rangka mempertahankan nilai tukar resmi yaitu:
Ø Dapat mencoba mengimbangi kelebihan permintaan tersebut dengan menggunakan cadangan devisanya.
 Ø Dapat mencoba membatasi kelebihan permintaan terhadap mata uang asing dengan melaksanakan kebijakan perdagangan dan perpajakan yang khusus dirancang untuk mengurangi permintaan terhadap impor.
Ø Dapat mengatur dan melancarkan intervensi di pasar-pasar valuta asing dengan membagikan jatah dari penawaran  valuta asing yang terbatas itu kepada langganan “istimewa”.
Piranti penjatahan seperti itu biasa disebut dengan pengawasan devisa (exchange control). Membatasi barang impor yang mahal dan tidak diperlukan itu sering kali sengaja menetapkan pembatasan impor (kebanyakan dengan kuota secara fisik) atau dengan menetapkan sistem nilai tukar dualisme atau paralel (dual or parallel exchange rate) dengan menetapkan dua tingkat kurs: 
a. Biasanya jauh di atas yang sebenarnya dan dibakukan secara resmi yang dikenakan terhadap impor barang-barang modal dan barang perantara.
b. Jauh lebih rendah dari nilai sebenarnya biasa dikenakan dan sifatnya tidak resmi (atau mengambang dengan bebas), bagi impor barang-barang mewah.
Devaluasi (devaluation) terhadap mata uang suatu negara adalah penetapan nilai tukar yang lebih rendah bagi mata uang tersebut terhadap valuta-valuta asing secara mendadak lewat keputusan pemerintah. Depresiasi (depreciation) adalah penurunan daya beli mata uang domestik secara bertahap di pasar luar negeri relatif dibandingkan jika pasar domestik. Lawan katanya adalah apresiasi (depreciation) yakni peningkatan daya beli mata uang domestik secara bertahap.
Alternatif tindakan selain devaluasi adalah dengan membiarkan nilai tukar mata uang domestik berfluktuasi secara bebas sesuai dengan berubahannya kekuatan-kekuatan permintaan dan penawaran internasinal.

Komentar

Postingan Populer