kebijakan fiskal dan kebijakan moneter


1. Mekanisme Kebijakan Fiskal dalam Perekonomian dan crowding out effect
 Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam mengarahkan kondisi perekonomian kearah yang lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran anggaran pemerintah. Kebijakan ini mirip dengan kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar, namun kebijakan fiskal lebih mekankan pada pengaturan pendapatan dan belanja negara atau pemerintah.
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Atau dengan kata lain, kebijakan fiskal adalah kebjakan pemerintah yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran negara.
Dari semua unsure APBN hanya pembelanjaan Negara atau pengeluaran dana Negara dan pajak yang dapat diatur oleh pemerintah dengan kebijakan fiscal. Contoh kebijakan fiscal adalah apabila perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.

MEKANISME KEBIJAKAN FISKAL
Dalam kebijakan fiskal, inflasi dikendalikan dengan surplus anggaran, sedangkan dalamkerangka kebijakan moneter, inflasi dikendalikan dengan tingkat bunga dan cadangan wajib. 
Piranti kebijakan yang perlu dipersiapkan.
1. Pajak untuk sektor swasta
2. Pinjaman pada masyarkat
3. Pengeluaran Pemerintah untuk pengendalian pengangguran
Dalam menjalankan kebijakan fiskal dapat dilakukan dengan tiga bentuk tindakan:
1. Mengubah pengeluaran pemerintah saja
2. Mengubah pajak saja
3. Secara serentak mengubah pengeluaran pemerintah dan pajak.
Dalam menghadapi masalah pengangguran, analisis yang digunakan menggunakan dua pendekatan
1. Menggunakan grafik Y=AE
2. Menggunakan grafik AE-AS
Dalam analisis ini yang akan diterangkan adalah kebijakan fiskal yang dinyatakan
dengan cara mengbah pengeluaran pemerintah dan mengubah pajak
Kebaikan lain penambahan pengeluaran pemerintah apabila dibandingkan dengan
pengurangan pajak sebagai alat kebijakan fiskal adalah : efek pertambahan pengeluaran pemerintah dalam menggalakkan kegiatan ekonomi adalah lebih cepat dalam efek pengurangan pajak. Pengambilan keputusan untuk menambah pengeluaran pemerintah, pelaksanaan pengeluaran itu dan kenaikan kegiatan ekonomi yang diakibatkannya berlaku dalam masa yang relatif cepat. Ini disebabkan karena pengeluaran pemerintah merupakan komponen pengeluaran agregat.
Pengurangan pajak akan melalui perjalanan panjang sebelum menimbulkan perubahan dalam pengeluaran agregat. Terlebih dahulu, peraturan harus dibuat mengenai pajak yang dikurang. 
Kedua, terdapat perbedaan waktu di antara pembuatan peraturan pengurangan pajak pelaksanaan kebijakan tersebut. Hanya setelah pelaksanaan perubahan
pajak itu terlaksana pendapatan Dissposibel dan konsumsi rumah tangga meningkat, dan mendorong kepada perkembangan kegiatan ekonomi. Walau bagaimanapun, di samping memahami kebaikannya, perlu pula disadari kelemahan kebijakan meningkatkan pengeluaran pemerintah. Pertambahan pengeluaran seringkali menimbulkan defisit dalam budget pemerintah dan meningkatkan utang negara. Kenaikan upah negara yang terus - menerus dapat menimbulkan efek buruk kepada pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Apabila piranti kebijakan dimaksud ternyata gagal, maka cara yang tepat dengan
MENCETAK UANG. Uang yang dicetak oleh pemerintah harus dijamin dengan cadangan devisa yang cukup, agar uang yang beredar di masyarakat aman.
Kebijakan Fiskal
· Ekspansif : implementasi kebijakan ini dengan menaikkan pengeluaran pemerintah dan menurunkan penerimaan pajak.
· Kontraktif : implementasi kebijakan ini dengan menurunkan pengeluaran pemerintah dan menaikkan penerimaan pajak.
Permasalahan yang mungkin muncul dalam kebijakan fiscal
1. Bagaimana meningkatkan kemampuan perpajakan (Taxable Capacity)
2. Bagaimana membuat seimbang komposisi pajak
3. Bagaimana merancang pajak-pajak khusus
MANFAAT KEBIJAKAN FISKAL
· Manfaat kebijakan fiscal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian. Hal ini
· dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran komsumsi pemerintah.
PERBANDINGAN KEBIJAKAN FISKAL KONVENSIONAL DENGAN EKONOMI ISLAM
Anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan dan pengeluaran. Kebijakan fiscal adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam merealisasikan tujuan-tujuan ekonomi. Adapun dalam Islam kebijakan fiskal dan anggaran ini bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan nilai-nilai material dan spiritual pada tingkat yang sama
PERBEDAAN
1. Politik ekonomi kebijakan fiskal konvensional
seperti yang diterapkan di Indonesia menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai
asas atau sasaran yang harus dicapai perekonomian nasional. Dalam pembahasan RAPBN hingga menjadi APBN antara pemerintah dan DPR, termasuk pandangan para pengamat ekonomi, salah satu isu sentralnya adalah pertumbuhan ekonomi. Adapun argumentasi pemerintah, DPR, dan pengamat ekonomi yang menempatkan pertumbuhan ekonomi sebagai sasaran utama kebijakan fiskal (dalam kerangka lebih luas kebijakan makro ekonomi), yaitu untuk menuntaskan berbagai permasalahan krusial ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran bahwa untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran diperlukan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Betapa urgennya masalah pertumbuhan ekonomi dalam paradigma ekonomi konvensional diungkapkan oleh Thurow. Sebagaimana dikutip Umar Capra, Thurow menyatakan Jika negara memiliki pertumbuhan yang lebih cepat, maka ia akan memiliki lapangan kerja yang lebih banyak dan pendapatan yang lebih tinggi bagi siapa saja, dan ia tidak perlu risau mengenai distribusi lapangan kerja atau pendapatan. 
Dalam keadaan apa pundistribusi sumber-sumber daya ekonomi secara otomatis akan menjadi lebih merata seiring dengan proses pertumbuhan ekonomi. Agar pertumbuhan ekonomi yang tinggi tercapai maka kebijakan-kebijakan makro ekonomi dan fiskal diarahkan untuk menggenjot tingkat produksi nasional melalui peningkatan investasi, konsumsi masyarakat, dan ekspor
2. Politik Ekonomi Kebijakan Fiskal Islam
Menurut an-Nabhani, realitas menunjukkan kebutuhan-kebutuhan manusia yang
harus dipenuhi adalah kebutuhan setiap individunya bukan kebutuhan manusia secara kolektif (seperti kebutuhan bangsa Indonesia). Kunci permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan kepada setiap warga negara. Berpijak pada pemikiran ini, sasaran pemecahan permasalahan ekonomi seperti kemiskinan adalah kemiskinan yang menimpa individu bukan kemiskinan yang menimpa negara atau bangsa. 
Dengan terpecahkannya permasalahan kemiskinan yang menimpa indvidu dan terdistribusikannya kekayaan nasional secara adil dan merata, maka hal itu akan mendorong mobilitas kerja warga negara sehingga dengan sendirinya akan meningkatkan kekayaan nasional. Ketika kunci  permasalahan ekonomi terletak pada distribusi kekayaan yang adil, maka yang harus dijelaskan adalah bagaimanakah metode untuk menciptakan distribusi kekayaan yang adil melalui kebijakan fiskal, sebagaimana yang dikatakan Allah dalam Qs. al-Hasyr [59]: 7 yang artinya Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.
Paradigma tersebut kemudian diubah oleh Keynes. Keynes mengemukakan bahwa kebijakan fiscal memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perekonomian. Sejak saat itu, para ekonom mulai mempertimbangkan dampak makro atas belanja pemerintah dan pajak. 
Keynes menekankan bahwa kenaikan belanja pemerintah tidak hanya memindahkan sumber daya dari swasta ke pemerintah. Selain itu, Keynes juga mengemukakan adanya dampak berganda (multiplier effect) dari belanja pemerintah tersebut. Pendekatan Keynesian mengasumsikan adanya price rigidity dan excess capacity sehingga output ditentukan oleh permintaan agregat (demand driven). 
Keynes menyatakan bahwa dalam kondisi resesi, perekonomian yang berbasis mekanisme pasar tidak akan mampu untuk pulih tanpa adanya intervensi pemerintah. Kebijakan moneter tidak berdaya untuk memulihkan perekonomian karena hanya bergantung kepada penurunan suku bunga sementara dalam kondisi
resesi tingkat suku bunga umumnya sudah rendah dan bahkan dapat mendekati nol. Dalam pendekatan Keynes, kebijakan fiskal dapat menggerakkan perekonomian karena peningkatan belanja pemerintah atau pemotongan pajak menciptakan multiplier effect dengan cara menstimulasi tambahan permintaan untuk barang konsumsi rumah tangga. Demikian halnya dengan apabila pemerintah melakukan pemotongan pajak sebagai stimulus perekonomian. Pemotongan pajak akan meningkatkan disposable income dan pada akhirnya akan mempengaruhi permintaan. Kecenderungan rumah tangga untuk meningkatkan konsumsi dengan meningkatkan marginal prospensity to consume, menjadi rantai perekonomian untuk peningkatan belanja yang lebih tinggi dan pada akhirnya akan berdampak terhadap output. 
Pengembangan model Keynesian memungkinkan adanya tambahan dampak crowding out melaluiperubahan yang disebabkan oleh suku bunga dan nilai tukar. Crowding out terjadi apabila pemerintah menyediakan barang dan/atau jasa yang menggantikan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor swasta. 
Tingkat crowding out akan mempengaruhi seberapa besaran multiplier effect yang dihasilkan tetapi tidak akan mempengaruhi arahnya. Selain soal multiplier effect, aspek penting lainnya adalah soal sinkronisasi kebijakan fiskal dengan siklus bisnis perekonomian. Idealnya, kebijakan fiskal memiliki fungsi sebagai automatic stabilizer perekonomian. Artinya, dalam kondisi perekonomian sedang mengalami ekspansi, belanja pemerintah seharusnya berkurang atau justru penerimaan pajak yang seharusnya bertambah. Sebaliknya, jika perekonomian sedang mengalami kontraksi, kebijakan fiskal seharusnya ekspansif melalui peningkatan belanja atau penurunan penerimaan pajak. Dengan demikian, automatic stabilizer kebijakan fiskal mensyaratkan adanya fungsi countercyclical dari kebijakan fiskal. Dalam beberapa laporan hasil penelitian, belum ditemukan adanya countercyclicality dalam kebijakan fiskal di Indonesia. Karakter kebijakan fiskal Indonesia lebih cenderung asiklikal atau bahkan prosiklikal.
Adapun ciri kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi Islam adalah:
1. Pengeluaran negara dilakukan berdasarkan pendapatan, sehingga jarang terjadi   defisit anggaran.
2. Sistem pajak proporsional, pajak dalam ekonomi Islam dibebankan berdasarkan  tingkat produktifitas.
3. Penghitungan zakat berdasarkan hasil keuntungan bukan pada jumlah barang.
2. Unsur-unsur dalam kebijakan fiskal dan masalah perangkat likuiditas
Kapan kebijakan moneter menjadi impoten. Memotong bunga seharusnya menjadi rute melarikan diri dari resesi ekonomi meningkatkan jumlah uang beredar, meningkatkan permintaan dan dengan demikian mengurangi pengangguran. Tapi Keynes berpedapat bahwa kadang-kadang memotong bunga, bahkan ke no, tidak akan membantu. 
Orang-orang Bank dan perusahaan bisa menjadi begitu resiko menolak bahwa mereka lebih suka likuiditas kas menawarkan kredit atau menggunakan kredit yang ditawarkan. Dalam keadaan demikian, ekonomi akan terjebak dalam resesi, walaupun upaya yang terbaik dari pembuat kebijakan moneter. Keynesias rasa bahwa di tahun 1930-an ekonomi Amerika Serikat dan Inggris yang terjebak dalam perangkap likuiditas di akhir 1990-an, ekonomi jepang mengalami nasib yang sama. 
Tapi monetarism tidak memiliki tempat untuk likuiditas perangkap. Monetarists pin menyalahkan untuk depresi besar dan jepang lebih baru masalah pada faktor-faktor lain dan memperhitungkan bahwa cara bisa telah membuat kebijakan moneter yang bekerja.
Perangkaap likuiditas 
Situasi di mana kebijakan moneter ekspansif gagal untuk merangsang ekonomi. Sebagaimana digunakan oleh Keynes (1936), ini berarti suku bunga sangat rendah sehingga harapan peningkatan mereka membuat orang tidak bersedia untuk memegang obligasi. Hari ini biasanya
· Modal tidak berwujud
Penemuan baru proses dan produk, penigkatan keterampilan karyawan dan gambar produk adalah komponen kunci dari perusahaan-perusahaan pengetahuan, yang penting bagi kinerja mereka.
· Pengetahuan masyarakat 
Istilah ini mengacu pada penggunaan pengetahuan untuk menghasilkan keuntungan ekonomi.
Ada berbagai bentuk pengetahuan termasuk, bisnis teknologi tinggi, telekomunikasi, vitual jasa, serta pendidikan dan lembaga-lembaga penelitian.
· Pengetahuan teknik
Disiplin yang berkaitan dengan memperoleh pengetahuan dari para pakar domain dan sumber pengetahuan dan memasukkan ke dalam basis pengetahuan
· Gazump
Untuk menaikkan harga properti sebelum surat-surat yang ditanda tangani setelah setuju pada harga yang lebih rendah secara lisan sebelum.
· Duopsony
Kondisi ekonomi di mana ada hanya dua pembeli yang besar untuk suatu produk tertentu atau jasa.
· Oligopsony
Ini adalah pasar di mana terdapat hanya beberapa pemberi besar untuk suatu produk tertentu atau jasa.
3. Bauran Kebijakan Fiskal dan Moneter
Dalam kebijakan suatu negara, diperlukan adanya gabungan kebijakan (policy mix) yang saling terkoordinasi dengan baik. Koordinasi antara kebijakan fiskal dan kebijakan monete diperlukan untuk menghindari tumpang tindih kebijakan dan ke gagalan kebijakan. Kita mengenal istilah informasi yang asimetris (assimetrics information)di mana informasi yang tidak seimbang antara kebijakan pemerintah dengan ekspektasi rumah tangga atau perusahaan akan memicu adanya kegagalan kebijakan tersebut. Kita juga mengenal istilah crowding out atau kebijakan yang saling meniadakan sehingga kebijakan menjadi gagal dalam pencapaian tujuan.
Kebijakan gabungan dinilai dapat mempengaruhi perekonomian lebih maksimal jika di lakukan secara terkoordinasi. beberapa metode dalam pelaksanaan kebijakan gabungan, antara lain;
 (1) Kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan fiskal ekspansif,
 (2)Kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan fiskal ekspansif,
 (3) Kebijakan moneter ekspansif dan kebijakan fiskal kontraktif,
 (4) Kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan fiskal kontraktif.
Beberapa studi empiris memperlihatkan bahwa kombinasi kebijakan moneter kontraktif dan kebijakan fiskal ekspansif sering kali cenderung mendorong terjadinya crowding out dimana kebijakan fiskal ekspansif akan meningkatkan suku bunga keseimbangan pasar sehingga dapat menghambat kegiatan investasi oleh masyarakat (warjiyo dan Solikin, 2003). Sejalan dengan hal tadi, menurut Dornbusch,et.al (2008:267), 
Kebijakan moneter yang ekspansif akan menurunkan tingkat bunga, sedangankan kebijakan fiskal yang ekspansif akan meningkatkan tingkat bunga. Kebijakan moneter yang ekspansif akan meningkatkan output dan meningkatkan investasi. Sedangkan kebijakan fiskal dapat meningkatkan output namun menyebabkan turunnya tingkat investasi akibat crowding out. Oleh karenanya, pemerintah dapat menerapkan policy.
Jika perekonomian hendak mencapai nilai Y* atau titik full employment, maka kebijakan pemerintah dapat berupa kebijakan fiskal ekspansif dengan konsekuensi tingkat bunga naik dan investasi menurun karena adanya crowding out (titik E1). Jika dilakukan kebijakan moneter maka tingkat bunga akan turun pada tingkat E2 dimana investasi meningkat. Pemerintah dapat menerapkan kebijakan gabungan atau policy mix sehingga hasilnya ada dipertengahan E1 dan E2. Kebijakan gabungan dapat sama-sama mencapai pertumbuhan ekonomi pada tingkat bunga yang tidak terlalu rendah atau tidak terlalu tinggi.
Beberapa penelitian memperlihatkan bagaimana koordinasi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter (policy mix) dalam mencapai pertumbuhan ekonomi. Musa,et.al. (2013) melihat interaksi kebijakan fiskal dan moneter terhadap inflasi  dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria. Estimasi menggunakan uji kointegrasi dan Vector Error Correction Model (VECM). Penggunaan model ini untuk melihat hubungan jangka panjang dan jangka pendek antar variabel. Berdasarkan hasil estimasi, terlihat bahwa penambahan jumlah uang beredar dan variabel pendapatan pemerintah sangat efektif dalam mempengaruhi inflasi dan output dalam jangka panjang. Musa menyimpulkan bahwa kedua kebijakan sangat efektif dalam mempengaruhi inflasi dan pertumbuhan ekonomi di Nigeria jika di lakukan dengan koordinasi yang baik.
Koordinasi Kebijakan Fiskal dan Moneter Di Indonesia
Tahun 1965 merupakan gambaran perekonomian yang suram bagi Indonesia. Pencetakan uang secara besar-besaran untuk membiayai anggaran fiskal pemerintah telah berdampak pada hiper inflasi dimana inflasi tercatat sebesar 600 persen. Menurunnya nilai uang akibat hiper inflasi kemudian menjadi pelajaran penting bagi otoritas kebijakan fiskal dan moneter tentang pentingnya pengendalian uang dan inflasi. Kesadaran tersebut kemudian mengubah arah kebijakan fiskal di Indonesia. Di penghujung tahun 1968 hingga 1971, pembiayaan defisit APBN kemudian di alihkan dengan cara berutang ke luar negeri. 
Kebijakan fiskal dan moneter diperketat dengan tujuan pengendalian inflasi. Potret perekonomian Indonesia tahun 1970 terlihat membaik. Pertumbuhan ekonomi tercatat cukup tinggi rata-rata 7 persen per tahun. Selain keberhasilan pengendalian hiper inflasi, Indonesia mendapatkan berkah dari kenaikan harga minyak dunia pada periode ini. Berkah kenaikan harga minyak dapat di nikmati karena Indonesia saat itu tercatat sebagai negara pengekspor minyak. Dominasi kebijakan fiskal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi menyebabkan terjadi penambahan jumlah uang beredar dari sisi fiskal terutama dari penambahan devisa.
Peran kebijakan moneter di periode ini bisa dikatakan tidak memiliki peran yang vital seperti kebijakan fiskal. Bank Indonesia masih menerapkan kebijakan moneter yang kontraktif terutama untuk menekan inflasi akibat ekspansi fiskal. Berkah kenaikan harga minyak dunia tidak selamanya dapat diandalkan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Di awal tahun 1980 pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat seiring
berakhirnya periode oil boom. Menyadari hal ini pemerintah mulai mencari jalan
untuk keluar dari masalah melambatnya ekonomi. Tahun 1980 pemerintah meliberalisasi sektor-sektor ekonomi sebagai upaya pemberdayaan sektor swasta
dalam perekonomian. Pemerintah mulai memberi peluang bagi kebijakan moneter
dengan kebijakan yang ekspansif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat juga dengan kebijakan liberalisasi sektor keuangan yang cukup mengalami perubahan yang besar. Dampak liberalisasi sektor keuangan terlihat dengan banyaknya pendirian bank-bank baru di Indonesia. Peran bank umum dalam memberikan kredit juga di tingkatkan dengan penurunan tingkat bunga dan
kemudahan pemberian kredit. 
Peran kebijakan moneter semakin dominan terhadap perekonomian di era
tahun 1990. Kebijakan moneter yang ekspansif dan semakin banyaknya jumlah
bank-bank umum berdiri menyebabkan dunia usaha semakin berperan dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, kemudahan bagi dunia usaha dalam mengakses kredit termasuk kredit luar negeri menyebabkan sektor perbankan sangat rentan terkena krisis yang kemudian hari hal ini terbukti. Pertumbuhan sektor keuangan terlihat kebablasan dengan minimnya pengawasan Bank Indonesia dan banyaknya bank umum yang tidak mematuhi standar kesehatan perbankan. Tahun 1997/1998 merupakan sejarah yang suram bagi sektor moneter di Indonesia. Berawal dari depresiasi nilai tukar bath Thailand yang merembet kenegara-negara lain di ASIA termasuk Indonesia. Sepertinya  Indonesia kurang dapat memprediksikan boom waktu dari pertumbuhan sektor moneter yang rapuh dan rentan terkena krisis. Meningkatnya utang luar negeri baik dari sisi pemerintah maupun swasta pasca oil boom menjadi boomerang kehancuran ekonomi pada tahun 1997/1998 lalu.
Di sisi kebijakan moneter, lahirnya UU No. 23 tahun 1999 melahirkan suatu kebijakan yang mengerucut bagi Bank Indonesia. Tugas Bank Indonesia hanya di fokuskan pada stabilitas harga yaitu stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah. Selain itu undang-undang ini mengatur tentang Bank Indonesia sebagai lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain termasuk pemerintah. Pasca krisis moneter tahun 1997/1998, kebijakan moneter yang semula menerapkan kebijakan kontraktif perlahan diperlonggar. 
Kebijakan fiskal yang tadinya menerapkan kebijakan ekspansif dengan meningkatkan defisit perlahan defisitnya dikurangi. Bahaya utang luar negeri bagi sektor fiskal menyebabkan pemerintah mengubah cara memenuhi defisit anggaran degan cara baru yaitu menerbitkan surat utang negara (SUN) atau obligasi. Standar kesehatan dan kehatihatian perbankan diperketat mengingat pentingnya kesehatan perbankan dalam menunjang perekonomian. Dampak dari kebijakan ini cukup terasa ketika kejadian krisis global tahun 2008/2009 di mana perekonomian Indonesia tidak terlalu terkena dampak krisis tersebut. Sektor perbankan cukup tangguh menghadapi krisis global tersebut.
4. Suku Bunga Nominal dan Riil serta Investasi Multiplier Kebijakan Fiskal dan Moneter
Suku Bunga Nominal dan Suku Bunga Efektif
Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati di pasar. Sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan. Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi. 
Secara teori tingkat bunga yang dibayarkan bank adalah tingkat bunga nominal yang merupakan penjumlahan tingkat bunga riil ditambah inflasi (Mankiw,2003). Adanya kenaikan atau penurunan inflasi akan berdampak pada kenaikan atau penurunan tingkat bunga kredit. Pada tahun 2002, kondisi makroekonomi menunjukkan perkembangan yang kondusif. Ini terlihat dari terkendalinya uang primer, serta laju inflasi dan nilai tukar yang menunjukkan perkembangan yang positif. 
Oleh karena itulah, Bank Indonesia mulai memberikan sinyal penurunan tingkat bunga secara bertahap. Hal ini dilakukan melalui penurunan tingkat bunga instrumen moneter yang salah satunya adalah SBI. Walaupun tingkat bunga SBI mengalami penurunan, tingkat bunga kredit relatif rigid. Suku bunga kredit yang ada pada saat ini dianggap beberapa kalangan baik dari pelaku bisnis maupun pakar ekonomi belum optimal. Mereka menuntut agar Bank Indonesia selaku penguasa moneter mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit berkaitan dengan turunnya SBI agar dapat meningkatkan atau mengembangkan sektor riil lewat kegiatan investasinya. Namun tuntutan itu belum atau baru sedikit yang dipenuhi (Info Bank, 2004).
Masih relatif tingginya suku bunga kredit di tengah-tengah masih adanya ketidakpastian prospek usaha tentu saja akan mengurangi semangat sektor dunia usaha untuk melakukan investasi. Walaupun dilihat dari beberapa indikator, fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran kredit telah menunjukkan perbaikan, namun dalam kenyataannya penyaluran kredit perbankan pada sektor riil belum dapat berlangsung dengan cepat karena berbagai permasalahan yang dihadapai oleh sektor riil itu sendiri meskipun hal tersebut juga ada kaitannya dengan konsolidasi internal di perbankan. Gejolak suku bunga daninflasi menjadi dua faktor penting yang mempengaruhi aktivitas penyaluran kredit. Keduanya tidak hanya mendorong suku bunga kredit, tapi juga membuat risiko kredit macet menjadi besar. Tetapi dalam kondisi seperti ini, kegiatan kredit perbankan harus tetap berlangsung.
\Suku Bunga Nominal
Suku bunga nominal adalah suku bunga yang biasa kita lihat bank atau media cetak. Misalnya perusahaan meminjam uang dari bank sebesar $100.000 selama setahun pada suku bunga nominal 10%, maka pada akhir tahun perusahaan harus mengembalikan pinjaman tersebut sebesar $110.000 (yaitu $100.000 x 10%). Suku bunga nominal cenderung naik seiring dengan angka inflasi. Jika, misalnya, bank memberlakukan suku bunga 10% pada ekspektasi inflasi selama satu tahun ke depan adalah 0%, maka bank mungkin akan memberlakukan suku bunga 13% jika ekspektasi inflasinya adalah 3%.
Tingkat Bunga Efektif adalah disebut juga tingkat suku bunga ekuivalen tahunan (equivalent annual rate, EAR). Tingkat suku bunga ini adalah tingkat suku bunga yang akan menghasilkan nilai akhir (di masa depan) yang sama menurut bunga majemuk tahunan seperti juga pada bunga majemuk yang lebih sering dengan memberikan suatu tingkat suku bunga nominal tertentu. Semua tingkat suku bunga nominal dapat dikonversi menjadi tingkat suku bunga ekuivalen tahunan, atau EFF%. 
Ketika melakukan perbandingan di antara beberapa pinjaman atau investasi yang melakukan pembayaran pada jangka waktu yang berbeda-beda, harus menggunakan EEF%.
1. tingkat bunga yang sesungguhnya dibebankan dalam setahun; jika suku bunga dibebankan sekali setahun, tingkat bunga nominal sama dengan suku bunga efektif; atau
2. gambaran mengenai pendapatan/hasil atas nilai suatu instrumen utang yang dimiliki dibandingkan dengan nilai instrumen pada saat harga pembelian (effective rate).
Jika tingkat bunga nominal lebih rendah daripada tingkat bunga efektif, maka akan terjadi diskonto.
Sebaliknya, jika tingkat bunga nominal lebih tinggi daripada tingkat bunga efektif, maka akan terjadi premium.
RUMUS BUNGA NOMINAL & EFEKTIF
n Suku bunga nominal :
 r = i x M
n Suku bunga efektif 
ieff = (1 + i)M -1
atau
ieff = (1 + r/M)M -1
dimana : ieff = suku bunga efektif
r = suku bunga nominal tahunan
i = suku bunga nominal per periode
M = jumlah periode majemuk per satu tahun
Contoh Soal:
Apabila suku bunga nominal per tahun adalah 15%, yang mana dalam satu tahun terdiri dari 4 kuartal. Berapakah besarnya suku bunga nominal untuk setiap kuartal.
r = 15%
 M = 3
i = r / M = 15% / 4 = 3.75% per kuartal
Berapa pula suku bunga efektif per tahun nya ?
n ieff = (1 + i)M -1
= (1 + 0,0375)4 – 1
  = 0,1586 atau 15,86% per tahun
  n ATAU
ieff = (1 + r/M)M -1
= (1 + 0,375/4)4 – 1
= 0,1586 atau 15,86%/tahun
Hitung suku bunga efektif per kuartal ? n suku bunga nominal per kuartal =
3.75% (= r)
n M = 1/4 tahun = 0,25 dalam satu tahun
n ieff = (1 + r/M)M -1
= (1 + 0,0375/0,25)0,25 – 1
= 0,0355 atau 3,55%
Suku bunga yang rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat. Dalam dunia properti, suku bunga berperan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga berdampak kuat pada kinerja perusahaan properti yang berakibat langsung pada meningkatnya return saham. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia Pengaruh lain krisis financial global terhadap ekonomi makro adalah dari sisi tingkat suku bunga.
 Dengan naiknya kurs dollar , suku bunga akan naik karena Bank indonesia akan menahan rupiah sehingga akibatnya inflasi akan meningkat. Kedua , gabungan antara pengaruh kurs dollar tinggi dan suku bunga yang tinggi akan berdampak pada sector investasi dan sektor riil, dimana investasi disektor riil seperti properti dan usaha kecil menengah (UKM) dalam hitungan semesteran akan sangat terganggu. Pengaruhnya pada investasi dipasar modal , krisis global ini akan membuat orang tidak lagi memilih pasar modal sebagai tempat yang menarik untuk berinvestasi karena kondisi makro yang beruntung. 
Krisis ekonomi di indonesia pada tahun 1997 juga menunjukan hubungan antara kondisi makro ekonomi terhadap kinerja saham , dimana dengan melemahnya nilai tukar rupiah telah berdampak besar terhadap pasar modal di indonesia.
Investasi yang berani disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal. Dengan kata lain investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau perbelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barangbarang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian.
 Menurut Paul A. Samuelson dan William D. Nordhaus, investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh para penanam modal yang menyangkut penggunaan sumber-sumber seperti peralatan, gedung, peralatan produksi dan mesin-mesin baru lainnya atau persediaan yang diharapkan akan memberikan keuntungan dari investasi tersebut

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer