epistemologi ilmu pengetahuan
1. Pengertian Epistemologi Ilmu Pengetahuan
Secara etimologi, kata “epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yang berarti teori ilmu pengetahuan. Epistemologi merupakan gabungan dua kalimat episteme berarti pengetahuan; sedangkan logos berarti teori, uraian atau ulasan.
P. Hardono Hadi menyatakan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggungjawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Sedangkan
D.W. Hamlyn mendefinisikan epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, dasar dan pengandaian-pengandaiannya serta secara umum hal itu dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra menambahkan, bahwa epistemologi sebagai ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan.
Jadi epistemologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang hal-hal yang bersangkutan dengan pengetahuan dan dipelajari secara substantif.
2
Ilmu pengetahuan berasal dari dua kata yaitu ilmu dan pengetahuan. Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu ‘alima yang berarti pengetahuan. Sebenarnya nama ini mengalami yang namanya redudensi peristilahan (words redudancy), yang tujuannya untuk lebih menegaskan suatu makna, seperti jatuh ke bawah, naik ke atas dan lain sebagainya.
Pengetahuan : Persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta. Ada dua term pengetahuan, yaitu “pengetahuan ilmiah” dan “Pengetahuan Biasa“. Pengetahuan Biasa (knowledge) diperoleh dari keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan pikiran, pengalaman, pancaindera dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa memperhatikan objek, cara dan kegunaannya. Sedangkan “Pengetahuan Ilmiah” (science) juga merupakan keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan untuk mengetahui sesuatu, tetapi dengan memperhatikan obyek, cara yang digunakan dan kegunaan dari pengetahuan tersebut.
Ilmu, menurut An-Nabhani, adalah pengetahuan (knowledge, ma‘rifah) yang diperoleh melalui metode pengamatan (observation), percobaan (experiment), dan penarikan kesimpulan dari fakta empiris (inference). Contohnya adalah fisika, kimia, dan ilmu-ilmu eksperimental lainnya. Adapun tsaqâfah adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode pemberitahuan (al-ikhbâr), penyampaian transmisional (at-talaqqi), dan penyimpulan dari pemikiran (istinbâth). Contohnya adalah sejarah, bahasa, hukum, filsafat, dan segala pengetahuan non-eksperimental lainnya.
3
Menurut Ashley Montagu, ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatanm studi dan pengalaman untuk menemukan hakekat dan prinsip tentang sesuatu yang sedang dipelajari.
Menurut Zakiah Darajat, ilmu adalah seperangkat rumusan pengembangan pengetahuan yang dilaksanakan secara obyektif, sistematis baik dengan pendekatan deduktif, maupun induktif yang dimanfaatkan untuk memperoleh keselamatan, kebahagiaan dan pengamanan manusia yang berasal dari Tuhan dan disimpulkan oleh manusia melalui hasil penemuan pemikiran oleh para ahli.
Ilmu Pengetahuan : Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji/diverifikasi kebenarannya.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang disusun metodis, sistematis dan koheren (“bertalian”) tentang suatu bidang tertentu dari kenyataan (realitas), dan yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) tersebut.
Sebenarnya jika kita membahas mengenai epistemologi ilmu pengetahuan, dapat dikatakan bahwa hal itu terjadi suatu kerancuan, karena epistemologi adalah teori ilmu pengetahuan. Namun karena epistemologi sudah menjadi kata yang akrab dalam bahasa Indonesia, maka epistemologi ilmu pengetahuan sama halnya dengan pengertian epistemologi yaitu suatu cabang filsafat yang mempelajari mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan ilmu pengetahuan yang dipelajari secara substantif yang meliputi sumber ilmu pengetahuan, hakikatnya dan lain-lain.
4
2. Metode dan Sistem Pengetahuan
Metode;
Istilah metode berasal dari bahasa yunani methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau mengusuk, menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar meta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang di permasalahkan, yang merupakan sasaran dari ilmu tertentu.
Istilah metode berasal dari bahasa yunani methodeuo yang berarti mengikuti jejak atau mengusuk, menyelidiki dan meneliti yang berasal dari kata methodos dari akar meta (dengan) dan hodos (jalan). Dalam hubungan dengan suatu upaya yang bersifat ilmiah, metode berarti cara kerja yang teratur dan sistematis yang digunakan untuk memahami suatu objek yang di permasalahkan, yang merupakan sasaran dari ilmu tertentu.
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
5
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
6
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang meliputi sebagian saja yang diberikan oleh analisis.
7
e. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub
f. Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode yang menyimpulkan pernyataan pernyataan hasil observasi dalam suatu pernyataan yang lebih umum dan menurut suatu pandangan yang luas diterima, ilmu-ilrnu empiris ditandai oleh metode induktif, disebut induktif bila bertolak dari pernyataan tunggal seperti gambaran mengenai hasil pengamatan dan penelitian orang sampai pada pernyataan pernyataan universal.
g. Metode Deduktif
Deduksi adalah suatu metode yang menyimpan bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang harus ada dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan jalan rnenerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.
8
h. Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte. Metode ini berpangkal dari apa yang diketahui yang faktual yang positif. Dia menyampingkan segala uraian persoalan di luar yang ada sebagai fakta oleh karena itu, ia menolak metafisika yang diketahui positif, adalah segala yang nampak dan segala efode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan diatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
i. Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkanpun akan berbeda-beda seharusnya dikembangkan suatu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi.
j. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jaujab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Pidato mengartikannya diskusi logika. Kini dialekta berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam dan metode peraturan, juga analisis sistematika tentang ide mencapai apa yang terkandung dalam pandangannya.
9
3. Pengetahuan dan Perubahan Pengetahuan
Para ahli hingga kini masih memperdebatkan definisi pengetahuan, terutama karena rumusan pengetahuan oleh Plato yang menyatakan Pengetahuan sebagai “kepercayaan sejati yang dibenarkan (valid)” (“justified true belief”). Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003) Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini dipengaruhi berbagai faktor dari dalam seperti motivasi dan faktor luar berupa sarana informasi yang tersedia serta keadaan sosial budaya. Secara garis besar menurut Notoatmodjo (2005) domain tingkat pengetahuan (kognitif) mempunyai enam tingkatan, meliputi: mengetahui, memahami, menggunakan, menguraikan, menyimpulkan dan mengevaluasi. Ciri pokok dalam taraf pengetahuan adalah ingatan tentang sesuatu yang diketahuinya baik melalui pengalaman, belajar, ataupun informasi yang diterima dari orang lain.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, maka dapat kita definisikan bahwa; Pengetahuan merupakan Hasil dari proses mencari tahu, dari yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, dari tidak dapat menjadi dapat. Dalam proses mencari tahu ini mencakup berbagai metode dan konsep-konsep, baik melalui proses pendidikan maupun melalui pengalaman.
Dasar-dasar Pengetahuan
Pengetahuan, merupakan segenap apa yang kita ketahui pada suatu obyek Ilmu merupakan bagian dari pengetahuan disamping pengetahuan tertentu.
10
Dasar-dasar pengetahuan meliputi:
o Pengalaman, segala sesuatu yang terjadi kepada manusia sebagai hasil interaksinya dengan alam nyata dan alam gaib(tak terlihat) atau dalam istilah agama disebut juga pengalaman spiritual.
o Memori, merupakan kelanjutan dari pengetahuan, sebab ingatan merupakan hasil dari pengalaman.
o Kesaksian, berfungsi untuk menguatkan atau meneguhkan suatu informasi dari para ahli yang memiliki otaritas dibidangnya untuk menentukan salah atau benar informasi yang dimaksud.
o Rasa Ingin Tahu, pengalaman yang menjadi pengetahuan seringkali berawal dari rasa ingi tahu seseorang terhadap sesuatu sehingga ia akan menyelidiki pengalamannya baik dengan bertanya atau cara lain untuk memberi jawaban atas rasa ingin tahunya.
o Logika, pertimbangan akal pikiran agar dapat berpikir secara lurus, tepat, dan sistematis, kemudian disampaikan dalam bahasa lisan atau tertulis.
o Bahasa, penalaran tanpa kemampuan berbahasa adalah penalaran yang antiklimaks, karena bahasa merupakan alat untuk menerjemahkan penalaran.
o Kebutuhan Hidup, semakin manusia membutuhkan sesuatu semakin kreatif manusia tersebut untuk mendapatkan apa yang diinginkannya.
11
Jenis-jenis Pengetahuan
Menurut Burhanuddin Salam (1983), pengetahuan dibagi menjadi 4 yaitu:
· Pengetahuan biasa (common sense), yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari melalui inderawi.
· Pengetahuan ilmu atau ilmu, merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan sehari-hari yang dilanjutkan dengan suatu pemikiran cermat dan seksama dengan menggunakan berbagai metode.
· Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara kontemplatif dan spekulatif yang menekankan pada universalitas dan kedalaman kajian tentang sesuatu.
· Pengetahuan agama, yaitu pengetahuan yang diperoleh dari Tuhan lewat rasul-Nya dan diyakini kebenarannya.
4. Relativisme Ilmu Pengetahuan
Pengertian Relativisme
Sebelum melangkah ke pembahasan yang lebih mendalam, ada baiknya mengetahui dahulu arti relativisme secara bahasa dan istilah. Secara etimologis, relativisme yang dalam bahasa Inggrisnya relativism, relative berasal dari bahasa latin relativus (berhubungan dengan). Dalam penerapan epistemologisnya, ajaran ini menyatakan bahwa semua kebenaran adalah relatif. Penggagas utama paham ini adalah Protagoras, Pyrrho.
12
Sedangkan secara terminologis, makna relativisme seperti yang tertera dalam Ensiklopedi Britannica adalah doktrin bahwa ilmu pengetahuan, kebenaran dan moralitas wujud dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat maupun konteks sejarah, dan semua hal tersebut tidak bersifat mutlak. Lebih lanjut epistimologi ini menjelaskan bahwa dalam paham relativisme apa yang dikatakan benar atau salah baik atau buruk tidak bersifat mutlak, tapi senantiasa berubah-ubah dan bersifat relatif tergantung pada individu, lingkungan maupun kondisi social.
Sejarah Muncul Paham Relativisme dan Perkembangannya
Doktrin relativisme mulanya berasal dari Protagoras (490 SM-420 SM), tokoh Sophis Yunani terkemuka abad 5 SM. Ia termasuk salah seorang sofis pertama dan juga yang paling terkenal. Selain sebagai filsuf, ia juga dikenal sebagai orator dan pendebat ulung. Ditambah lagi, ia terkenal sebagai guru yang mengajar banyak pemuda pada zamannya. Ia berprinsip bahwa manusia adalah ukuran segala sesuatu (man is the measure of all things). Manusia yang dimaksud di sini adalah manusia sebagai individu. Dengan demikian, pengenalan terhadap sesuatu bergantung pada individu yang merasakan sesuatu itu dengan panca indranya.
Di zaman Barat postmodern doktrin ini dicetuskan oleh F. Nietzsche dengan doktrin yang disebut nihilisme yang intinya adalah relativisme.[8] Kemudian relativisme berkembang pada peradaban modern yang didasarkan atas dasar rasionalisme, materialisme, positivisme, evolusonisme dan hedonisme. Paham ini selalu terkait dengan masalah etika, agama dan kebudayaan. Pada abad ke-20 paham ini mendapat dukungan dari ahli-ahli antropologi dan pengajian kemanusiaan seperti Ruth Benedict, Edward Westermarck, Hans Reihenbach dan lain-lain.
13
Relativisme juga muncul kerana manusia tidak lagi mengetahui jalan yang bisa menghubungkan dirinya dengan sumber-sumber kebenaran, sedangkan citra dirinya dan hubungannya dengan sumber-sumber kebenaran telah dikaburkan oleh pandangan yang menempatkan dirinya tidak lebih tinggi dari hewan bahkan benda.
Aliran-Aliran Relativisme
Relativisme Etika
Relativisme etika merupakan paham atau aliran pemikiran filsafat yang secara tegas menolak pendapat yang mengatakan bahwa norma etika berlaku untuk semua orang di mana saja.
Pengertian lain, Shomali telah memberikan definisi yang cukup mudah dipahami yaitu “Relativisme etika adalah pandangan bahwa tidak ada prinsip etika yang benar secara universal kebenaran semua prinsip etika bersifat relatif terhadap budaya atau individu tertentu. Sebagai contoh, membunuh itu bisa benar dan juga bisa salah tergantung apa tujuan orang melakukan pembunuhan. Orang Callatia memakan ayah mereka yang telah mati sebagai penghormatan dan kebanyakan dari tanggapan kita terhadap hal itu adalah tidak beretika. Tetapi bagi orang Callatia membakar atau mengubur orang mati adalah perbuatan menakutkan dan menjijikkan atau tidak beretika.
Kesimpulan dari paham ini adalah, tindakan yang dianggap tidak beretika di satu tempat, tidak bisa ditetapkan sebagai etika di tempat lain. Karena beda suku, budaya dan bahasa, maka beda pula standarisasi etikanya. Maka kebenaran atas etika suatu kaum adalah relatif.
14
Relativisme Budaya
Relativisme budaya berbeda dengan relativisme etika. Relativisme etika berbicara tentang pengabaian prinsip dan tidak adanya rasa tangggung jawab dalam pengalaman hidup seseorang. Sebaliknya, relativisme budaya berbicara mengenai pegangan yang teguh pada prinsip, pengembangan prinsip tersebut, dan tanggung jawab penuh dalam kehidupan dan pengalaman seseorang.
Jika perkembangan budaya antara satu wilayah budaya dengan wilayah budaya lainnya berbeda, maka standar kebenaran dan kebaikan yang ada tiap kelompok budaya akan berbeda satu dengan yang lainnya. Dari sinilah terbentuk nilai-nilai budaya yang sifatnya relatif. Meskipun demikian, adanya relativitas budaya secara konseptual dan sistematis dipopulerkan oleh Frans Boaz, seorang antropolog budaya berkebangsaan Amerika.
Relativisme budaya memandang bahwa tidak ada budaya yang lebih baik dari budaya lainya. Karenanya tidak ada kebenaran atau kesalahan yang bersifat internasional. Ia menolak pandangan bahwa terdapat kebenaran yang bersifat universal dari budaya-budaya tertentu. Relativitas budaya adalah suatu prinsip bahwa kepercayaan dan aktivitas individu harus difahami berdasarkan kebudayaannya..
Sisi positif dari paham relativisme budaya ini adalah dapat menyesuaikan dirinya dengan budaya sekitarnya, dan tidak pernah menganggap bahwa budayanya adalah budaya yang terbaik. Sedangkan dampak negatifnya bisa dirasakan oleh suatu negara, misalkan, jika Indonesia sudah memiliki paham relativisme yang sangat kuat, namun ada imigran yang baru datang, maka secara otomatis pemerintah sangat sulit untuk memberi pengarahan kepada imigran tersebut.
15
Relativisme Agama
Lain halnya dengan relativisme etika dan budaya, inilah ujung dari paham relativisme yang sangat mengkhawatirkan, yaitu relativisme agama. Paham ini mengajarkan ketidakyakinan atau keraguan umat beragama terhadap kebenaran agamanya sendiri. Inilah akar dari pemikiran Pluralisme Agama yang mengakui kebenaran relatif dari semua agama.
Doktrin ini mengajarkan bahwa agama tidak lagi berhak mengklaim mempunyai kebenaran absolut, ia dipahami sama dengan persepsi manusia sendiri yang relatif itu. Manusia dikatakan tidak dapat mengetahui kebenaran absolut. Pemilik kebenaran hakiki hanya Tuhan. Implikasinya, penganut paham ini membedakan agama dari pemikiran keberagamaan. Frameworknya masih berkutat dikotomi absolut relatif. Agama itu absolut dan pemikiran keagamaan itu relatif. Akibat dari doktrin ini, tafsir yang merupakan pemahaman para ulama itu menjadi relatif, demikian pula pemahaman hukum para ulama juga relatif.
Komentar
Posting Komentar